Senin, 04 Juni 2012

KEPUTUSAN POLITIK SANG JOKO DOLOGIII

KEPUTUSAN POLITIK SANG JOKO DOLOG

ANALISA BAHAN MATERI

Terlihat jelas dari bagian penutup tulisan prasasti, bahwa prasasti itu dibuat atas perintah sang Raja Singosari, Sri Kertanagara, dengan penandaan waktu tahun 1211 saka atau 1289 Masehi, artinya bahwa prasasti ini adalah prasasti yang sengaja dibuat sebagai alat publikasi pemerintahan rajanya. Mari perhatikan setiap bagian tulisan dan isi kandungan prasati Wurare ini tersebut.

Pertama, diawal pengkisahan, merupakan flashback terhadap masa lalu, tentang pembagian wilayah kerajaan Medang menjadi dua wilayah timur dan barat, Panjalu dan Jenggala, pembagian itu dikisahkan oleh Arya Bharada dengan menggunakan air suci dari langit (vajra/Wajra) yang mempunyai kekuatan putus bumi, memisahkan daratan, sebuah personifikasi untuk Sungai Brantas. Sama seperti yang diberitakan Nagarakertagama seperti di awal artikel.

Arti tataran Jawa yang dimaksud diatas dengan dilihat wilayah kekuasaan Kerajaan medang sebelumnya secara faktual, disebelah barat dibatasi oleh sungai Kali Deres, Jawa tengah. Sebelah timur sampai pengujung pulau Jawa. Pulau Bali dan Madura serta pulau-pulau nusantenggara secara fakta mereka adalah kerajaan bawahan bukan termasuk kedalam klaim wilayah kekuasaan kerajaan Medang. Tataran Jawa bagian Barat, setelah pembagian wilayah, dikuasai oleh Kerajaan Panjalu (kediri) sedangkan bagian timur dikuasai oleh kerajaan Jenggala.

Jadi kalau ada yang bilang Tatar Sunda adalah bagain dari Jawa, bernar kalau merujuk geografis dari nama pulau, tapi salah kalau dilihat dari istilah sejarah, sesungguhnya mereka yang bilang itu tidak paham istilah sejarah masa lampau, Tatar Jawa ya suku Jawa, Tatar Sunda ya suku Sunda, jangan tersandung karena nama Pulau Jawa, semua dipukul rata menjadi istilah Jawa. Right? Is it clear?

Kembali lagi ke bahasan. Maksud kisah ini diangkat kembali, hanyalah sebagai pengingat bagi masyarakat wilayah kedua kerajaan sebelumnya, bahwa pembagian wilayah ini sedari semula adalah sesuatu yang resmi, ditegaskan pula bahwa ini sudah menjadi kehendak Langit, direstui Sang Maha Pencipta dengan alih-alih batas kedua wilayah itu dibuat oleh seorang Mpu Maha Sakti, Bharada atas izin-Nya, dengan cara mengalirkan air suci dari langit dengan wahana berupa sebuah kendi, dan terbentuklah Kali Brantas. Artinya pula ini menegaskan bahwa jangan ada lagi pihak-pihak lain yang akan mengklaim dan berniat menyatukan kedua kerajaan itu kembali, niat ini merupakan bahaya laten dalam pandangan Sri Kertarajasa.

Bahwa seolah-olah keruntuhan Kerajaan Panjalu dan Jenggala akibat permusuhan dan perselisihan yang terbetuk puluhan tahun lamanya, tiada henti-hentinya, yang menimbulkan kekecewaan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan terbengkalai semenjak wilayah kerajaan Medang itu dibagi dua itu diarahkan sebagai takdir yang harus diterima, dan itu akibat bagi mereka yang serakah tidak menuruti kehendak-Nya. Makanya masyarakat harus Maklum dan menerima.

Satu hal yang harus dicermati, bahwa cerita ini bisa jadi hanya rekayasa, pada masa Airlangga sendiri cerita ini mustahil ada, tentang kali Brantas yang dibuat oleh cerita Mpu Mahasakti Bharada dengan cara seperti itu, tetapi kemungkinan untuk disanggah sangatlah kecil, dan mungkin tidak ada yang berani. Cerita ini dimasukan karena sesuai dengan kondisi psikologis masyarakat yang kental kepercayaan terhadap mitos dan mistis, sesuai dengan akar kepercayaan animisme dulunya.

Eiitsss juga, jangankan masa lampau, bahkan sekarang pun penulis yakin, masih ada yang percaya cerita kaya beginian. Yakin! Kalau masih ada yang menyatakan penulis gegabah mencap berita atau kisah itu boonk, silakan buktikan sendiri tentang usia sungai Brantas, sudah berapa lama usianya, lakukan penelitian palaeografinya dan sampaikan ke penulis hehehe, jangan kebalik nyuruh penulis buktiin.

Kembali ditegaskan bahwa cerita ini diangkat sebagai doktrinisasi bahwa kehancuran atau keruntuhan kerajaan sebelumnya Jenggala dan Panjalu adalah keniscayaan karena tidak menerima apa yang telah diperintahkan dan ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta, melalui keputusan Airlangga.

Kedua. Pertamanya mana ya lupa lagi? hehehe. Penobatan Sri Kertanegara dengan menyandang gelaran sebagai Jina atau sosok Budha Agung, dengan segala kesucian dan kesempurnaan kepribadian penokohannya, yang dimunculkan pada pengkisahan selanjutnya, tiada lain adalah strategi mengantisifasi pernyataan pertama tentang pembagian wilayah Kerajaan Medang.

Penobatan ini seolah-olah antisifasi dan menggagalkan perintah pertama seperti disebutkan diatas yaitu untuk pembagian kedua daerah kerajaan tersebut. Keberhakannya didasari bahwa Sri Kertarajasa adalah perwujudan dari Budha Agung, artinya apa yang dia lakukan sudah menjadi kehendak sang Pencipta, sebagai pelimpahan perwakilan, bahwa Sri Kertanegara adalah sosok penjelmaan Sang Pencipta itu sendiri di muka bumi.

Diceritakan pula tentang asal usul Sri Kertanegara, peneuh kesempurnaan, karena keturunan unggul dari mereka, raja sebelumnya yang mereka sendiri dikisahkan memiliki tingkat kesucian peribadi dengan segala ilmu pengetahuan yang menyertainya, begitu pun pensosokan Sri Kertanegara yang melambangkan kesempurnaan kesucian dirinya dan dilengkapi tentang ilmu pengetahuan, pemahaman hukum agama dan negara serta semangat yang tak kenal lelah untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Dalam kisah ini ditegaskan bahwa semua pihak harus menerima keberadaan pemerintahan yang berkuasa sekarang, dan bahwa mulai dari leluhur sampai anak keturunannya nanti pun masih berhak menyandang dan mewarisi kekuasaan tersebut, seperti diceritakan pada bagian akhir prasasti. Dan ini pernyataan tegas bahwa tidak akan memberikan peluang bagi keturunan Dinasti Airlangga untuk berkuasa kembali.

Semua kisah prasasti ini, yang disampaikan oleh pengkisah, Nadajna atas perintah Sri Kertanegara, yang merupakan pernyataan politik pemerintah terhadap publik sendiri, sasaran politiknya internal, semua komponen kerajaan Singosari. Karena pergolakan politik dan pemberontakan didalam negeri yang terus menghantui keberlangsungan kerajaan.

Ah, masa iya, kan Kerajaan Singosari adem ayem saja ketika masa itu. Siapa bilang? Mau bukti, okeee, mari dilihat data pemberontakan yang pernah terjadi:
  1. Pemberontakan yang dilakukan dan dipimpin oleh seseorang yang bernama Cayaraja (Cahaya Raja) tahun 1192 saka atau 1270 Masehi (Negarakertagama pupuh 41 bait 5).
  2. Pemberontakan yang dilakukan dan dipimpin oleh seseorang yang bernama Mahisa Rangga (Mahisa Rangkah) tahun 1202 saka atau 1280 Masehi (Negarakertagama pupuh 42 bait 1).
Perhatikan nama-nama pimpinan pemberontakan tersebut!. Itulah pemberontakan terbesar sampai diabadikan dalam Nagarakertagama, dan tidak semata-mata kalau mereka tidak membuat kalang kabut kerajaan, atau setidaknya perlu usaha keras untuk memadamkanya, dan tidak mungkin hanya seorang diri. Hanya catatan mengenai kedua nama itu tentang asal usulnya yang penulis belum ketemukan.

Pernyataan politik yang tersurat dalam prasasti Wuware, kalau dalam judul artikel ditampilkan sebagai Pernyataan Politik Joko Dolog, ya karena nama itu nama yang ditujukan atau sebutan bagi Arca Mahaksobya yang dibawahnya ada prasasti Wuware, Two in one, itu sebenarnya adalah wujud dari kekawatiran dari Sri Kertanegara menghadapi situasi perpolitikan yang ada.

Sri Kertanegara menyadari, adanya peluang terhadap pengambilalihan kekuasaan dari pihak-pihak yang masih tidak puas atau dari pihak yang merasa masih mempunyai hak atas tahta yang dulu direbut oleh kakek Buyutnya Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, raja pertama dinasti Rajasa dari tangan kekuasaan Kediri, Kertajaya, pada tahun 1144 saka atau 1222 Masehi. Seiring berjalannya waktu, kekawatiran itu terwujud, dengan adanya pemberantokan atau kudeta balas dendam yang dilakukan oleh besannya sendiri, Jayakatwang, pada tahun 1214 saka atau 1292 (Nagarakertagama pupuh 44 dan 45).

Sekali lagi, just info, tahun kematian Sri Rajasa 1227 Masehi sama dengan tahun kematian Jenghis Khan, seperti yang pernah penulis uraikan dalam artikel sebelumnya Teori Pembentukan Nusantara, Analisa Kekaisaran Mongol Jenghis Khan, Sang Penakluk.

2 komentar:

  1. pertanyaannya? pada masa medang tatar sunda di bawah penguasaan kerajaan mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut berita cina,maharaja dharmawangsa teguh raja medang kamulan ( sekarang masuk wilayah kota nganjuk-jawa timur ) melakukan penyerbuan dan ( sumber sejarah lainnya>perusakan,dan penjarahan ) serta menduduki palembang ibukota sriwijaya selama tiga tahun.dimana sebelumnya,wilayah tatar sunda berada dalam kekuasaan sriwijaya.tetapi,wilayah banten girang ( banten ) yg sebagian di huni pelarian tentara jawa pendukung syailendra ( keturunan jawa yg kalah perang dengan raja sanjaya mataram kuno lari kesumatra dan menjadi raja sriwijaya ) tunduk pada kerajaan medang.bahkan ketika terjadi peristiwa bubat,wilayah banten girang ( baca di negara kertagama ) masuk kekuasaan majapahit.penerus medang yakni raja airlangga ( keturunan jawa-bali )menguasai sumatera ,seluruh jawa ( termasuk didalamnya tatar sunda,) bali,nusa tenggara,kalimantan ,sulawesi,maluku dll.

      Hapus

Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik

Creative Commons License
MENGUAK TABIR SEJARAH NUSANTARA by Ejang Hadian Ridwan is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.
Based on a work at menguaktabirsejarah.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://menguaktabirsejarah.blogspot.com.