KEPUTUSAN POLITIK SANG JOKO DOLOG
ANALISA BAHAN MATERI
Terlihat jelas dari bagian penutup tulisan prasasti, bahwa
prasasti itu dibuat atas perintah sang Raja Singosari, Sri Kertanagara, dengan
penandaan waktu tahun 1211 saka atau 1289 Masehi, artinya bahwa prasasti ini
adalah prasasti yang sengaja dibuat sebagai alat publikasi pemerintahan
rajanya. Mari perhatikan setiap bagian tulisan dan isi kandungan prasati Wurare
ini tersebut.
Pertama, diawal pengkisahan, merupakan flashback terhadap
masa lalu, tentang pembagian wilayah kerajaan Medang menjadi dua wilayah timur
dan barat, Panjalu dan Jenggala, pembagian itu dikisahkan oleh Arya Bharada
dengan menggunakan air suci dari langit (vajra/Wajra) yang mempunyai kekuatan
putus bumi, memisahkan daratan, sebuah personifikasi untuk Sungai Brantas. Sama
seperti yang diberitakan Nagarakertagama seperti di awal artikel.
Arti tataran Jawa yang dimaksud diatas dengan dilihat
wilayah kekuasaan Kerajaan medang sebelumnya secara faktual, disebelah barat
dibatasi oleh sungai Kali Deres, Jawa tengah. Sebelah timur sampai pengujung pulau
Jawa. Pulau Bali dan Madura serta pulau-pulau nusantenggara secara fakta mereka
adalah kerajaan bawahan bukan termasuk kedalam klaim wilayah kekuasaan kerajaan
Medang. Tataran Jawa bagian Barat, setelah pembagian wilayah, dikuasai oleh
Kerajaan Panjalu (kediri) sedangkan bagian timur dikuasai oleh kerajaan
Jenggala.
Jadi kalau ada yang bilang Tatar Sunda adalah bagain dari Jawa,
bernar kalau merujuk geografis dari nama pulau, tapi salah kalau dilihat dari
istilah sejarah, sesungguhnya mereka yang bilang itu tidak paham istilah sejarah
masa lampau, Tatar Jawa ya suku Jawa, Tatar Sunda ya suku Sunda, jangan
tersandung karena nama Pulau Jawa, semua dipukul rata menjadi istilah Jawa. Right? Is it clear?
Kembali lagi ke bahasan. Maksud kisah ini diangkat kembali, hanyalah
sebagai pengingat bagi masyarakat wilayah kedua kerajaan sebelumnya, bahwa
pembagian wilayah ini sedari semula adalah sesuatu yang resmi, ditegaskan pula
bahwa ini sudah menjadi kehendak Langit, direstui Sang Maha Pencipta dengan
alih-alih batas kedua wilayah itu dibuat oleh seorang Mpu Maha Sakti, Bharada atas
izin-Nya, dengan cara mengalirkan air suci dari langit dengan wahana berupa
sebuah kendi, dan terbentuklah Kali Brantas. Artinya pula ini menegaskan bahwa
jangan ada lagi pihak-pihak lain yang akan mengklaim dan berniat menyatukan
kedua kerajaan itu kembali, niat ini merupakan bahaya laten dalam pandangan Sri
Kertarajasa.
Bahwa seolah-olah keruntuhan Kerajaan Panjalu dan Jenggala
akibat permusuhan dan perselisihan yang terbetuk puluhan tahun lamanya, tiada
henti-hentinya, yang menimbulkan kekecewaan masyarakat serta pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan terbengkalai semenjak wilayah kerajaan Medang itu
dibagi dua itu diarahkan sebagai takdir yang harus diterima, dan itu akibat
bagi mereka yang serakah tidak menuruti kehendak-Nya. Makanya masyarakat harus
Maklum dan menerima.
Satu hal yang harus dicermati, bahwa cerita ini bisa jadi
hanya rekayasa, pada masa Airlangga sendiri cerita ini mustahil ada, tentang
kali Brantas yang dibuat oleh cerita Mpu Mahasakti Bharada dengan cara seperti
itu, tetapi kemungkinan untuk disanggah sangatlah kecil, dan mungkin tidak ada
yang berani. Cerita ini dimasukan karena sesuai dengan kondisi psikologis masyarakat
yang kental kepercayaan terhadap mitos dan mistis, sesuai dengan akar
kepercayaan animisme dulunya.
Eiitsss juga, jangankan masa lampau, bahkan sekarang pun
penulis yakin, masih ada yang percaya cerita kaya beginian. Yakin! Kalau masih
ada yang menyatakan penulis gegabah mencap berita atau kisah itu boonk, silakan
buktikan sendiri tentang usia sungai Brantas, sudah berapa lama usianya,
lakukan penelitian palaeografinya dan sampaikan ke penulis hehehe, jangan
kebalik nyuruh penulis buktiin.
Kembali ditegaskan bahwa cerita ini diangkat sebagai
doktrinisasi bahwa kehancuran atau keruntuhan kerajaan sebelumnya Jenggala dan
Panjalu adalah keniscayaan karena tidak menerima apa yang telah diperintahkan
dan ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta, melalui keputusan Airlangga.
Kedua. Pertamanya mana ya lupa lagi? hehehe. Penobatan Sri
Kertanegara dengan menyandang gelaran sebagai Jina atau sosok Budha Agung,
dengan segala kesucian dan kesempurnaan kepribadian penokohannya, yang
dimunculkan pada pengkisahan selanjutnya, tiada lain adalah strategi
mengantisifasi pernyataan pertama tentang pembagian wilayah Kerajaan Medang.
Penobatan ini seolah-olah antisifasi dan menggagalkan
perintah pertama seperti disebutkan diatas yaitu untuk pembagian kedua daerah kerajaan
tersebut. Keberhakannya didasari bahwa Sri Kertarajasa adalah perwujudan dari
Budha Agung, artinya apa yang dia lakukan sudah menjadi kehendak sang Pencipta,
sebagai pelimpahan perwakilan, bahwa Sri Kertanegara adalah sosok penjelmaan
Sang Pencipta itu sendiri di muka bumi.
Diceritakan pula tentang asal usul Sri Kertanegara, peneuh
kesempurnaan, karena keturunan unggul dari mereka, raja sebelumnya yang mereka
sendiri dikisahkan memiliki tingkat kesucian peribadi dengan segala ilmu
pengetahuan yang menyertainya, begitu pun pensosokan Sri Kertanegara yang
melambangkan kesempurnaan kesucian dirinya dan dilengkapi tentang ilmu
pengetahuan, pemahaman hukum agama dan negara serta semangat yang tak kenal
lelah untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Dalam kisah ini ditegaskan bahwa semua pihak harus menerima
keberadaan pemerintahan yang berkuasa sekarang, dan bahwa mulai dari leluhur
sampai anak keturunannya nanti pun masih berhak menyandang dan mewarisi kekuasaan
tersebut, seperti diceritakan pada bagian akhir prasasti. Dan ini pernyataan tegas
bahwa tidak akan memberikan peluang bagi keturunan Dinasti Airlangga untuk
berkuasa kembali.
Semua kisah prasasti ini, yang disampaikan oleh pengkisah,
Nadajna atas perintah Sri Kertanegara, yang merupakan pernyataan politik
pemerintah terhadap publik sendiri, sasaran politiknya internal, semua komponen
kerajaan Singosari. Karena pergolakan politik dan pemberontakan didalam negeri
yang terus menghantui keberlangsungan kerajaan.
Ah, masa iya, kan Kerajaan Singosari adem ayem saja ketika
masa itu. Siapa bilang? Mau bukti, okeee, mari dilihat data pemberontakan yang
pernah terjadi:
- Pemberontakan yang dilakukan dan dipimpin oleh seseorang yang bernama Cayaraja (Cahaya Raja) tahun 1192 saka atau 1270 Masehi (Negarakertagama pupuh 41 bait 5).
- Pemberontakan yang dilakukan dan dipimpin oleh seseorang yang bernama Mahisa Rangga (Mahisa Rangkah) tahun 1202 saka atau 1280 Masehi (Negarakertagama pupuh 42 bait 1).
Perhatikan nama-nama pimpinan
pemberontakan tersebut!. Itulah pemberontakan terbesar sampai diabadikan dalam
Nagarakertagama, dan tidak semata-mata kalau mereka tidak membuat kalang kabut
kerajaan, atau setidaknya perlu usaha keras untuk memadamkanya, dan tidak
mungkin hanya seorang diri. Hanya catatan mengenai kedua nama itu tentang asal
usulnya yang penulis belum ketemukan.
Pernyataan politik yang
tersurat dalam prasasti Wuware, kalau dalam judul artikel ditampilkan sebagai
Pernyataan Politik Joko Dolog, ya karena nama itu nama yang ditujukan atau
sebutan bagi Arca Mahaksobya yang dibawahnya ada prasasti Wuware, Two in one, itu sebenarnya adalah wujud
dari kekawatiran dari Sri Kertanegara menghadapi situasi perpolitikan yang ada.
Sri Kertanegara menyadari,
adanya peluang terhadap pengambilalihan kekuasaan dari pihak-pihak yang masih
tidak puas atau dari pihak yang merasa masih mempunyai hak atas tahta yang dulu
direbut oleh kakek Buyutnya Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, raja pertama dinasti
Rajasa dari tangan kekuasaan Kediri, Kertajaya, pada tahun 1144 saka atau 1222
Masehi. Seiring berjalannya waktu, kekawatiran itu terwujud, dengan adanya
pemberantokan atau kudeta balas dendam yang dilakukan oleh besannya sendiri,
Jayakatwang, pada tahun 1214 saka atau 1292 (Nagarakertagama pupuh 44 dan 45).
Sekali lagi, just info, tahun kematian Sri Rajasa 1227 Masehi sama dengan tahun kematian Jenghis Khan, seperti yang pernah penulis uraikan dalam artikel sebelumnya Teori Pembentukan Nusantara, Analisa Kekaisaran Mongol Jenghis Khan, Sang Penakluk.
Sekali lagi, just info, tahun kematian Sri Rajasa 1227 Masehi sama dengan tahun kematian Jenghis Khan, seperti yang pernah penulis uraikan dalam artikel sebelumnya Teori Pembentukan Nusantara, Analisa Kekaisaran Mongol Jenghis Khan, Sang Penakluk.
pertanyaannya? pada masa medang tatar sunda di bawah penguasaan kerajaan mana?
BalasHapusmenurut berita cina,maharaja dharmawangsa teguh raja medang kamulan ( sekarang masuk wilayah kota nganjuk-jawa timur ) melakukan penyerbuan dan ( sumber sejarah lainnya>perusakan,dan penjarahan ) serta menduduki palembang ibukota sriwijaya selama tiga tahun.dimana sebelumnya,wilayah tatar sunda berada dalam kekuasaan sriwijaya.tetapi,wilayah banten girang ( banten ) yg sebagian di huni pelarian tentara jawa pendukung syailendra ( keturunan jawa yg kalah perang dengan raja sanjaya mataram kuno lari kesumatra dan menjadi raja sriwijaya ) tunduk pada kerajaan medang.bahkan ketika terjadi peristiwa bubat,wilayah banten girang ( baca di negara kertagama ) masuk kekuasaan majapahit.penerus medang yakni raja airlangga ( keturunan jawa-bali )menguasai sumatera ,seluruh jawa ( termasuk didalamnya tatar sunda,) bali,nusa tenggara,kalimantan ,sulawesi,maluku dll.
Hapus