NAGARAKERTAGAMA, ATLANTIS DAN EDEN
III. Bahan Materi Yang Diajukan.
Materi yang diajukan dalam artikel ini yaitu pokok
bahasan tentang terjemahan dan tafsiran tesk naskah Nagarakertagama,
yang teks naskah tersebut sudah disebutkan diatas, berikut terjemahan dari dari
teks naskah Nagarakertagama pupuh 15 bait 2 tersebut:
1.
Tafsir dan
terjemahan Menurut Prof. Dr Slamet Mulyana
dari buku “Nagarakertagama dan Tafsir
Sejarahnya”, sebagai berikut:
“Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing,
Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka lautan menantang
bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.”
2. Tafsir dan terjemahan menurut
Theodor Pigeaud, dari buku “14Java in the 14th Century. A Study in Cultural
History”, 5 vols Pigeaud 1, pp. 11-13, Pigeaud 3, pp. 16-19 “,
sebagai berikut:
“Concerning now this island of Madura, this is not at
all of the same aspect as the foreign kingdoms, because of the fact that it has
been one with the Yawa-country, so it is said, at that time in the past:
"The oceans carry a country" (124 = 202 A.D.), such is their
Shaka-year, one hears, their moment to become provided with an interstice;
(nevertheless) they are one in essence, not far away (from each other).”
Penandaan tahun
yang terdapat dalam pupuh 15 bait 2 naskah Nagarakertagama hasil terjemahan
dari teks aslinya bahasa Kawi -Jawa Kuno yaitu “samudra nanguษณ bhumi” oleh Prof Slamet
Mulyana diterjemahkan menjadi “tahun Saka
lautan menantang bumi” dan oleh Theodor Pigeaud” The oceans carry a country" (124 = 202 A.D.), such is their
Shaka-year”,terdapat penandaan tahun yang jelas yaitu tahun saka 124 atau
sama dengan 202 Masehi.
Tentang
Prof. Dr. Raden Benedictus Slamet Muljana atau Prof Dr Slamet Mulyana (lahir di
Yogyakarta, 21 Maret 1929 – meninggal di Jakarta, 2 Juni 1986 pada umur 57
tahun), adalah seorang filolog dan sejarawan dari Indonesia, memperoleh gelar
B.A. dari Universitas Gadjah Mada tahun 1950, gelar M.A. dari Universitas
Indonesia tahun 1952, gelar Doktor Sejarah dan Filologi dari Universitas
Louvain, Belgia, tahun 1954, serta menjadi profesor pada Universitas Indonesia
sejak tahun 1958.
Tentang
Dr. Theodoor Gautier Thomas Pigeaud atau Theodor Pigeaud (Leipzig, 20 Februari
1899–Gouda, 6 Maret 1988) adalah seorang ahli Sastra Jawa dari Belanda. Ia
terutama menjadi termasyhur berkat kamus Jawa-Belandanya (1938) yang dijadikan
dasar oleh W.J.S. Poerwadarminta sebagai Baoesastra Djawa. Selain itu
Pigeaud juga dikenal karena studi monumentalnya mengenai Nagarakretagama
dan katalog-katalog naskah manuskrip di perpustakaan di Belanda, Denmark, dan
Jerman.
IV. Tentang Penandaan Waktu atau Sistem Kalender Saka
Kalender saka adalah tata perhitungan
waktu reguler berupa kalender yang berasal dari India, yang merupakan sebuah
penanggalan candra – surya atau disebut juga kalender luni – solar yang dimulai
perhitungannya ketika 78 tahun dari perhitungan tahun masehi. Dasar perhitungan
ini ditandai ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut oleh kaum
Saka (Scythia) dibawah pimpinan Maharaja Kaniska dari tangan kaum Satavahana.
Tahun barunya terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi bintang
pices) yang menandai awal musim semi, dan nama-nama bulan pada penanggalan atau
hitungan tahun saka yang lainya didasarkan pada perubahan musim, nerikut
nama-nama bulan dalam tahun saka: Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana,
Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Phalguna. Agar
sesuai dengan peredaran matahari bulan Asadha dan Srawana diulang secara
bergiliran setiap tiga tahun dengan Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana.
Silakan unutk keterangan lebih lanjut di Wikipedia Online tentang Kalender Saka.
Metoda pembacaan tahun saka disebut candra sengkala
atau hanya disebut sengkala saja, mempunyai arti kurang lebih adalah kata-kata
yang memiliki arti berupa angka, yang digunakan oleh orang Jawa kuno untuk
memberikan nama pada sebuah bangunan, upacara, kejadian atau masa atau
tahun dan lain sebagainya, dalam hitungan angka tahun saka.
Cara pembacaan selalu terbalik, artinya dibaca
terbalik dari urutan penulisan misalnya : “Dewo Ngasto Manggalaning Ratu”
yang ditafsirkan atau diterjemahkan menjadi “Dewa minitis kebumi menjadi
raja”, Dewo = 9, Ngasto = 2, Manggalaning = 8, Ratu = 1, susunan penulisan
9281, tapi dibaca menjadi angka tahun saka 1829.
Sifat dari pembacaan tahun saka ini lebih kearah
penafsiran, terdapat beberapa pengelompokan kata yang ditafsirkan dan
diterjemahkan menjadi simbol dari angka-angka saka, sebagai berikut misalnya:
- Angka 1 (satu) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu : Ratu, Raja, Tuhan, bumi, orang, lelaki, perempuan, anak, benih, daun, eka , tunggal, sendiri, satu, matahari, rembulan dst (dan seterusnya). Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama seperti bintang dianggap punya sifat yang sama dengan matahari.
- Angka 2 (dua) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu : mata, telinga, tangan, kaki, sejodoh, penganten, teman, seiring, dwi, dua, pandangan, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat atau hampir mirip dengan contoh diatas misal sejodoh, dua atau dwi sama dengan sepasang.
- Angka 3 (tiga) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu : Api, Pandai, panas, asap, terbakar,berkobar, cerdas, guna, laksana, bagai, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dengan contoh diatas misal cerdas sama dengan pintar.
- Angka 4 (empat) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu : air, samudra, laut, sungai, catur, dadi, kiblat, rawa, mata angin, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal danau, ngarai..
- Angka 5 (lima) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu: Raksasa, buta, angin, senjata tajam, galak, buas, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal buas sama dengan jahat.
- Angka 6 (enam) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu: rasa, cinta, suka, marah, senang, sedih, manis, asmara, kayu, gelondongan, pohon, wayang, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal marah sma dengan murka.
- Angka 7 (tujuh) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu: pendeta, guru, ustadz, ulama, sayuti, biksu, ukang ceramah, kendaraan, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal kuda, pesawat, mobil.
- Angka 8 (delapan) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu: naga, ular, kadal, buaya, gajah, mandala, komodo, cicak, dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal binatang merayap atau bergerak pelan.
- Angka 9 (sembilan) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu: lubang, bau-bauan, harum, wangi, dewa, singa, sumur, bolong dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal bau amis.
- Angka 0 (nol) didapat bagi kata-kata yang mengandung simbol, yaitu: Tanpa, nir, bolong, awang-awang, langit, angkasa, anariksa, luhur, tinggi dst. Atau kata-kata yang mempunyai sifat yang sama atau hampir mirip dari contoh diatas misal udara.
Penulis
membahasakan seperti bahasa masa kini, karena memang hitungan saka masih
dipakai sampai sekarang, seperti halnya di Bali, bahkan hari Nyepi adalah
peringatan tahun baru Saka.
Dalam naskah Pararaton ada namanya Raja Bhre
Kertabhumi atau Brawijaya V, suka diinisiasi menjadi penandaan waktu keruntuhan
kerajaan Majapahit dengan penafsiran Candra Sengkala, yaitu menjadi “Sirna
Hilang Kertaing Bhumi” yang penulisan tahun sakanya menjadi 0041, dengan
pembacaan terbalik menjadi 1400 tahun saka, setara dengan 1478 Masehi. Nama
Raja Bhre Kertabhumi berasal dari Naskah Pararaton, dan kalau penafsirannya
demikian terhadap nama Raja Bhre Kertabhumi, tentunya keruntuhan kerajaan
Majapahit sudah direncanakan oleh si pengarang Pararaton, atau sebaliknya,
penandaan waktu kejatuhan kerajaan Majapahit oleh si pengarang Pararaton
menjadi simbolisasi dari nama raja kertabhumi sebagai alias dari Raja Brawijaya
V. Sungguh tidak masuk logika kerajaan besar yang banyak terdapat para
sastrawan atau punjangganya membiarkan raja pendahulunya memberikan nama, atau
sebutan atau gelaran Kertabhumi yang mempunyai tafsiran seperti diatas “Sirna Hilang
Kertaing Bhumi”.
Contoh lainnya perhitungan tahun saka, diambil dari
naskah nagarakertagama, seperti :
1.
Pintu gunung
mendengar indu, tahun saka 1279, pupuh 17 bait 6,
2.
Seekor naga
menelan bulan, tahun saka 1281, pupuh 17 bait 7,
3.
Lautan dasa
bulan, tahun saka 1104, pupuh 40 bait 1,
4.
Lautan dadu
Siwa, tahun saka 1144, pupuh 40 bait 3.
saya berharap anda dapat membagi ilmu ini ke semua anak bangsa indonesia ....saya berharaf klo memng ada surga atlantis itu dapatkanlah dengan tangan indonesia jangan sampai ada campurtangan orang lain karena itu milik kita saya hanya bisa berdoa..semoga anda sukses dan mendapatkan apa yg anda harafkan
BalasHapusaminnn....Insya Allah gan, makasih atas dukungan dan do'anya.....
HapusApa artinya "LAWON SAPTA NGESTI AJI" ?
Hapuslawon sapta ngesti aji = 1970c= 1970+78m = 2048m.
Hapusmohon koreksi...:)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusterimakasih aku baru tahu
BalasHapusTidak usah jauh-jauh mengupas tentang tahun lawon sapta ngesti aji karna larinya bukan ke angka tahun tapi :
BalasHapusLawon = itu kain untuk membuat busana,orang telanjang dgn yg pake baju derajatnya tinggian mana,jdi kita samakan saja lawon itu dengan derajat/panakat.
Sapta artinya tujuh.
Ngesti Aji artinya yg memiliki kesaktian atau adidaya untuk memerintah.
Jdi kita satukan pangkat ke tujuh yg memiliki kekuatan untuk memerintah sama artinya dengan pemimpin ke tujuh itu sebabnya Satrio Piningit berjumlah tujuh.
JADI LAWON SAPTA NGESTI AJI ADALAH SEKARANG..