NAGARAKERTAGAMA, ATLANTIS DAN EDEN
IV. Analisa Bahan Materi yang Diajukan
Penandaan waktu tahun saka dalam pupuh 15 bait ke-2
dalam naskah Nagarakertagama dengan memakai metode hitungan candra sengkala
didapat sebagai berikut:
1.
Samudra
mempunyai indek atau angka 4, sama artinya dengan laut, atau lautan,
2.
nanguษณ mempunyai indek atau angka 2, sama
artinya dengan menantang,
3.
bhumi
mempunyai indek atau angka 1, sama artinya dengan bumi, daratan.
Maka hitungan candra sengkalanya menjadi 421, yang
kemudian prosedur selanjutnya dilakukan pembacaan terbalik, maka hasilnya
menjadi 124 tahun saka atau setara dengan 202 Masehi, dan ini sesuai dengan
catatan waktu yang disampaikan Theodor Pigeaud dan dan tafsir dari Prof DR
Slamet Mulyana “lautan menatang bumi”.
Dalam Tafsir bait secara keseluruhan, pengarang naskah
Nagaraketagama menyampaikan berita bahwa Pulau Madura dan Pulau Jawa dulunya
terasa dekat, atau mengarah kebersatu, satu pulau bersama, atau satu daratan
atau juga masih terpisah oleh lautan tapi dengan permukaan air laut yang tidak
begitu dalam, sehingga jarak antara ke 2 pulau tersebut seolah-olah sangat
dekat.
A. Analisa
Masa Lampau Abad 1-5 M Nusantara
Catatan sejarah nusantara, baru dimulai ketika didapat
bukti-bukti sejarah yaitu dengan ditemukannya prasasti di Kutai, Kalimantan
Timur. prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh
buah yupa yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan
diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan dalam
bahasa Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari
sekitar 400 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub, silakan
lebih lengkap baca di wikipedia online mengenai catatan sejarah dalam bentuk prasasti
tertua di nusantara.
Di
Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari
prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada
ditempat asalnya, dalam prasasti itu dituliskan sebagai berikut:
"ini
sabdakalanda rakryan juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsan desa
barpulihkan haji sunda".
Terjemahannya
menurut Bosch, sebagai berikut:
"Ini
tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5)
pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda". Karena
angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan
"angka nam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti
tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Beberapa
ratus meter dari tempat prasasti itu, ditemukan pula dua prasasti lainnya
peninggalan Maharaja Purnawarman yang berhuruf Palawa dan berbahasa
Sangsekerta. Dalam literatur, kedua prasasti itu disebut Prasasti Ciaruteun dan
Prasasti Kebon Kopi (daerah bekas perkebunan kopi milik Jonathan Rig). Prasasti
Ciaruteun semula terletak pada aliran (sungai) Ciaruteun (100 meter) dari
pertemuan sungai tersebut dengan Cisadane. Tahun 1981 prasasti itu diangkat dan
diletakkan dalam cungkup. Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris,
berbunyi:
"vikkrantasyavanipateh
shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam".
Terjemahannya
menurut Vogel: "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki)
Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman
penguasa Tarumanagara". Prasasti Ciaruteun bergambar sepasang
"pandatala" (jejak kaki). Gambar jejak telapak kaki menunjukkan tanda
kekuasaan yang berfungsi mirip "tanda tangan" seperti jaman sekarang.
Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu
termasuk kawasan kekuasaannya.
Lahan
tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan
diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19,
tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahul termasuk bagian
tanah swasta Ciampea, sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Prasasti
Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu
baris berbentuk puisi berbunyi:
"jayavi
s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam".
(Kedua
jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata
kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa).
Menurut
mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang
dan penguawa Guntur. Terdapat ukiran bendera dan sepasang lebah, yang
ditatahkan secara jelas pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan
mengasyikkan diantara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai
perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli
diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaanya
sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak
kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau
kombinasi surya-candra (matahari dan bulan).
Di
daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak bukit Koleangkak, Desa Pasir
Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk
puisi dua baris, penulis belum punya data tentang kapan prasasti itu dibuat,
bunyinya sebagai berikut:
"shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah
pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo
tasyedam-padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam -
bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam".
Terjemahannya
menurut Vogel sebagai berikut:
"Yang
termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri
Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus
oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang
selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan
kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi
musuh-musuhnya".
Terlihat
jelas bahwa catan sejarah, dimulai mulai abad ke 6 Masehi, dengan pembuatan
prasasti menunjukan tahun 536M, artinya kerjaan Tarumanegara dipredikisi
kisaran sebelum abad ke 6 tersebut, sebelum itu tidak ada catatan sejarah
sedikitpun mengenai peradaban di tatar Sunda, semisal abad ke 1-5 Masehi. Katakanlah
naskah Wangsakerta “pustaka Parawatwan i
Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1” yang mencatat sebelum masa Raja
Purnawarman masih terdapat raja-raja sebelumnya yang diawali oleh
Jayasingawarman kisaran tahun 358-382 M, dan Dharmayawarman kisaran tahun
382-395 M, artinya lebih lanjut abad ke 1-3 M atau abad sebelum masehi sendiri
catatan sejarah kerajaan atau peadaban sunda, bahkan nusantara pada umumnya
tidak ada sama sekali. Walau pun naskah Wangsakerta masih menyimpan catatan
mengenai masa pada abad 1-3 ini dengan memunculkan kisah Aki Tirem dan kerajaan
Salakanagara, tapi dukungan terhadap informasi naskah itu lemah, tidak ada
dukungan bukti catatan primer semacam prasasti atau bukti lainnya, dengan
demikian untuk sementara masih memakai asumi tidak ada bukti catatan sejarah
sebelum abad ke-5 diwilayah tatar sunda khususnya.
Pertanyaanya,
apakah benar tidak ada peraban sama sekali, atau tidak kah ada kelompok bangsa
yang yang membentuk sebuah kerajaan atau negara sama sekali pada waktu itu atau
katakanlah setingkat kerajaan kecil, yang mempunyai struktur kepemerintahan
atau dipimpin oleh sekelompok orang yang berkuasa. Apakah Abad itu, abad sangat
primitif sehingga tidak ada catatan sejarah sedikit pun.
Hal
yang patut diingat bahwa Cina sudah mempunyai catatan sejarah 3000 tahun
sebelum Masehi, artinya dokumentasi sejarah sudah ada yang merupakan
dokumentasi sejarah paling awal dimuka bumi ini. Apakah dengan keberadaan Cina
yang sudah membentuk suatu bangsa yang beradab, dengan pendokumentasian sejarah
yang sudah terjadi, sama sekali tidak ada hubugan dengan peradaban di Jawa,
atau nusantara pada umumnya kisaran pada awal abad masehi? Sungguh pertanyaan
yang tidak ada jawaban, soalnya tidak ada catatan sejarah sama sekali, tidak
bisa dibuktikan apapun.
Tapi,
setidaknya manusia diberi kelengkapan kecerdasan akal dan pikiran, hal yang
sangat mengherankan kalau buku Atlantis dan Eden, terang-terangan menyatakan
bahwa di wilayah nusantara sudah terdapat peradaban yang maha tinggi kisaran
11.600 SM, yang disinyalir terdapat kekaisaran agung yang mendunia, lagi
melegenda. Asumsikan saja apa yang disampaikan kedua buku itu adalah menuju
benar, menunjuk kearah yang ingin dibuktikan tentang keberadaan Atlantis, Surga
di timur, tapi pertanyaannya mengapa jejak sejarah itu hanya tercatat ribuan
tahun yang silam, bahkan mencapai puluhan ribu tahun yang silam, tetapi mengapa
pada kisaran abad awal Masehi tidak ada catatan sejarah, bahkan segaris coretan
apapun tidak diketemukan sebagai bukti otentik sejarah pada masa itu? Sekali
lagi pertanyaan yang sukar dijawab tentunya, dan sepengetahuan penulis belum
pernah ada yang bisa menjawabnya.
Mudah-mudahan
apa yang akan disampaikan penulis kedepan dalam lanjutan bahasan artikel ini
menjadi bahan pertimbangan bersama, tentang masa sejarah kelam, dalam arti
sesungguhnya, sungguh kelam tidak ada pencerahan sejarah sedikit pun tentang
awal-abad masehi di Nusantara, tentunya pencerahan itu harus berasal dari
adanya bukti sejarah yang bersifat primer, bukan dari dongeng, mitos atau pun
kisah rakyat lainnya. Dalam hal ini penulis mencoba unuk merangkainya, walaupun
memang hanya dengan metoda utak atik
gathuk.
Penulis
sering membaca artikel yang membahas tentang asal-usul kerajaan Sunda, era
sebelum Kerajaan Tarumanegara, termasuk tentang Aki Tirem dan Kerajaan
Salakanagara, dan dasar informasi itu dari naskah Wangsakerta, yang menjadi
heran penulis, kok nama Tirem tumpang tindih dengan berita naskah
negarakertagama dipupuh 14 bait 1 (satu), “tirm”
yang diterjemahkan oleh hampir semua ahli yaitu Tirem, dan Tirem atau Tirun
atau Kerajaan Tidung, adanya di Kalimantan Timur pada abad ke 14 M, setara
dengan kerajaan Majapahit masa kepemerintahan raja Hayam Wuruk.
Angka
124 tahun saka atau 202 M adalah tahun yang mempunyai prediksi tentang adanya
peristiwa perubahan geografis dan geologi, dan ada beberapa sumber yang
mengarahkan penulis untuk mencari informasi mengenai data geologi pada kisaran
abad ke 1-5 M, waktu antara yang memberikan peluang yang lebar dari eror
penandaan waktu untuk 202 M tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik