POLA HUBUNGAN KERAJAAN MAJAPAHIT & SUNDA
Tentang Majapahit
Merujuk
pada keterangan kitab Negara Kertagama itu bahwa banyak negara-negara atau
kerajaan-kerajaan lain yang secara otomatis takluk dan berinduk ke kerajaan
Majapahit, tidak harus melalui proses peperangan besar.
Dalam
catatan sejarah resmi, untuk kerajaan Majapahit, hanya teridentifikasi
melakukan beberapa kali peperangan, perang terbesar adalah dengan kerajaan di
Pulau Bali, kemudian perang menumpas pemberontakan kerajaan Sadeng dan Keta.
Tiga kerajaan ini nota bene adalah kerajaan-kerajaan yang secara historis atau
sejarah pendiriannya, mulai kerajaan Tumapel alias Singhasari masa pemerintahan
Sri Rajasa Sang Amurwabhumi alias Ken Arok (versi kitab Pararaton) sampai ke
Sri Kertanegara, kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan kerajaan Majapahit
mulai dari Sri Kertarajasa Jayawardana alias Raden Wijaya sampai Sri
Rajasanagara alias Hayam Wuruk (versi kitab Pararaton) adalah ketiga kerajaan
tersebut masih termasuk kerajaan-kerajaan bawahan.
Wajar
dan memang seharusnya kalau peperangan itu dilakukan, untuk menjaga keutuhan,
kewibawaan, persatuan dan kesatuan serta nama baik kerajaan, setidaknya ada alasan
perang yang mendasar dan sah secara hukum kenegaraan.
Tetapi
negara-negara lain, bisa secepat itu takluk, menginduk dan mengakui kerajaan
Majapahit yang memegang kontrol atas mereka, mengapa? Hal ini dikarenakan
memang, apa yang dilakukan oleh kerajaan Majapahit adalah sebagai pencetus
pertama atau pelopor ide penggabungan kekuatan, dengan membentuk aliansi dengan
negara-negara lainnya. Tujuan ide penggabungan kekuatan ini tiada lain adalah
dalam rangka usaha menjaga pertahanan dan keamanan negara apabila suatu saat
ada invasi dari kekaisaran Mongol untuk kedua kalinya, invasi pertama pada masa
peralihan pemerintahan dari Sri Kertanegara, raja Tumapel alias Singosari yang
terakhir, kepada Jayakatwang dengan melakukan kudeta terhadap Sri Kertanegara,
mertuanya.
Percobaan
invasi pertama itu, ketika kerajaan Tumapel alias Singhasari dibawah kendali
Jayakatwang, yang merebut kekuasaan secara paksa dari mertuanya, penguasa sah
Sri Kertanegara. Tentara Mongol sempat menguasai ibu kota kerajaan, tapi tidak
lama berselang bisa diusir kembali oleh pasukan tentara yang dipimpin Sri
Kertarajasa Jayawardana alias Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, menantu
dari Sri Kertanegara juga.
Mengapa
pula dengan skala waktu yang tidak terlalu lama nusantara bisa terbentuk?
Jawabanya adalah sebagai mana tentang penerapan tentang teori musuh bersama.
Umpan balik dari nilai psikologis inilah, berupa kesamaan kepahamaan bahwa ada
calon musuh bersama didepan, yang merupakan senjata ampuh dalam propaganda ide
aliansi yang dimotori oleh kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, tidak lagi
harus bersusah-susah melakukan perang. Ketika negara-negara dalam aliansi itu
sudah terbentuk, katakanlah dengan beberapa negara besar yang sudah bergabung,
untuk mengembangkannya akan lebih mudah ke arah pemekaran yang lebih luas.
Ide
aliansi inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya nusantara, dan ini ide
sangatlah brilian utuk sebuah tujuan hegemoni kekuasaan, terlebih didukung oleh
situasi yang ada, yaitu ada musuh bersama yang nyata didepan mata, yang siap
datang kapan saja. Musuh bersama itu tiada lain adalah pasukan besar imperium
kekaisaran Mongol, imperium terkuat dijagat raya pada masa itu.
Secara
fakta pertahan, sebuah aliansi haruslah ada negara pengontrolnya, pemimpin bagi
yang lain dan kerajaan Majapahit dalam hal ini yang cocok dan memenuhi syarat.
Majapahit adalah termasuk negara adidaya di nusantara selain, kerajaan Sunda
pada masa itu. Karena kerajaan Sriwijaya tidak lagi termasuk negara adidaya, dengan
alasan keberadaannya sudah melemah, yang sebelumnya mengalami masa-masa
penjajahan dari kerajaan Chola, India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik