Senin, 26 Maret 2012

Bagian III Sekenario Perang Bubat

TEORI PERANG BUBAT
Bagian III Sekenario Perang Bubat
Pertanyaan kemudian adalah mengapa pasukan besar tentara kerajaan Sunda Galuh dapat dikalahkan dalam perang itu, terbantai habis tak bersisa?

Latar belakang dari kerajaan Sunda Galuh bahwa mereka selama ratusan tahun lamanya tidak pernah lagi berperang dalam sekala besar dan panjang, mereka tidak memiliki pasukan tempur yang teruji dan berpengalaman dalam berperang. Jumlah mereka byang sungguh besar, tapi dukungan pengalaman dan jam terbang pertempuran yang sedikit, ini merupakan kelemahan terbesar. Kondisi ini dapat dibuktikan dalam sejarah atau kisah peperangan manapun, banyak peristiwa yang menyatakan pasukan yang jumlahnya jauh lebih sedikit tapi mereka terasah dengan pengalaman tempur atau jam terbangnya banyak, akan dengan mudah mengalahkan lawannya yang mempunyai ukuran jumlah yang jauh lebih banyak.
Jumlah tidak bisa selamanya menjadi jaminan kemenangan tanpa diimbangi dengan pengalaman berstrategi yang teruji, akibat kekurangan pengalaman yang terjadi efek dari lamanya masa-masa kedamaian dan kemakmuran (abad ke-10 sampai ke-14 Masehi), mungkin sedikit sekali mereka menjalani pertempuran, akhirnya menyebabkan meraka kalah dari pasukan Kerajaan Majapahit. Walau pun secara fakta teritorial dan pengakuan negara lain, Sunda Galuh adalah kerajaan besar, yang merupakan salah satu negara adidaya ditataran pulau Jawa, bahkan nusantara pada waktu itu.
Kondisi sebaliknya untuk pasukan tentara kerajaan dari Majapahit yang pada saat itu, meraka terus-menerus melakukan invasi milter ke negara-negara lain, itu artinya pasukan meraka selalu berselimut dengan pengalaman perang sampai saat itu, yang menjadikan meraka kuat dan tangguh.
Pasukan tentara Majapahit pada waktu itu diasmunsikan masih gencar-gencarnya melakukan invasi atau ekspedisi ke negara-negara lain, tentunya pasukan-pasukannya sebagian tidak ada diposisi wilayah kerajaan.

Logika perkiraan jumlah keterlibatan pasukan tentara Majapahit pada saat itu sendiri pasti berkurang dari jumlah keseluruhan total pasukan kerjaan secara keseluruhan, perkiraan paling sekitar 1/2 atau 2/3 dari pasukan tentara kerajaan Sunda Galuh yang ada disana. Tetapi dengan jumlah seperti itu pun bisa mengalahkan pasukan tentara Sunda Galuh, mengapa? Hal yang telah diungkapkan sebelumnya, oleh karena mereka sudah terlatih, teruji, terbiasa, tertempa dan berpengalaman dalam kehidupan perang selama itu yang terus menerus.
Deskripsi atau penggambaran sekenario perang Bubat antara pasukan kerjaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh, bisa saja diumpamakan terjadi 3 tahapan peperangan, dirinci sebagai berikut:
  1. Perang permulaan antar armada dilautan, pasukan armada lautan Majapahit terdesak karena kekurangan armada, tapi itu tujuannya bukan perang total lebih ke arah gangguan. 
  2. Perang pantai, disini hanya untuk melemahkan pasukan kerajaan Sunda Galuh karena yang hanya bisa dilakukan oleh pasukan perang Majapahit hanya bisa menahan melalui serangan panah dan itu ada batas pasokan panah, tapi ini paling efektif dalam mengurangi jumlah musuh.
  3. Perang darat yang terjadi dilapangan luas Bubat, disinilah perang total, dengan berbagai strategi, dan yang lebih dominan dalam perang seperti ini adalah pengalaman dan strategi.
Gajah Mada dan Hayam Wuruk punya prototipe atau sumber inspirasi metode pembentukan pasukan tentara perang, yaitu dari bangsa Mongol dengan panglima perang kaligus kaisar Imperium besar daratan Mongol yaitu Jenghis Khan, Sang Penakluk dengan priode kekaisarnya juga berkembang pada kisaran tidak jauh pada masa itu juga, walau pun awal berdirinya kerajaan Majapahit berbarengan dengan masa kaisar Mongol yang di pegang oleh penerusnya yaitu Kubelai Khan.

Model Jenghis Khan ini juga merupakan model bagi negara-negara lain diseluruh dunia untuk sebuah cita-cita pemersatuan suku bangsa-bangsa menuju bangsa yang besar. Periode kekaisaran Mongol mulai Jenghis Khan sampai ke kaisaran terakhir sekitar 150 tahunan.
Gagasan utama atau ide pemersatuan ini dipelopori pertama kali oleh Sri Rajasa Sang Amurwabhumi (Ken Arok – versi nama kitab Pararaton), pendiri Wangsa Rajasa, yang berawal sebagai penguasa kadipaten Tumapel, bagian dari kerajaan Kediri, yang selanjutnya mengambil alih kekuasaan kerajaan Kediri dan membentuk kerajaan baru yang terkenal dengan nama kerajaan Tumapel (Singhasari versi kitab Pararaton).

Tahun meninggalnya raja Tumapel alias SInghosari Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, sama dengan tahun meninggalnya Jenghis Khan yaitu tahun 1227 M. Keberadaan kerajaan Tumapel sudah ada dalam catatan dari dinasti Yuan dari Cina dengan sebutan atau dengan pelafalan “Tu-ma-pen”. Artinya memang sudah ada hubungan, mungkin perdagangan, atau hubungan kerja sama lainya sudah dilakukan sebelumnya antara kerajaan nusantara dengan wilayah Cina, dan dari hal hubungan seperti inilah peta perpolitikan dunia tersampaikan ke wilayah nusantara, termasuk keberadaan pasukan Mongol yang mendunia.
Raja Majapahit masih keturunan langsung Wangsa Rasaja, yang pendirinya tiada lain raja Tumapel yaitu Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Ide atau gagasan perluasan wilayah Sri Rajasa Sang Amurwabhumi kemudian ditindaklanjuti oleh turunan ke-4 yaitu raja Kertanegara, sehingga kekuasaan Tumapel yang lebih terkenal dengan sebutan Singhasari pada waktu itu sudah meluas dengan adanya misi yang terkenal dengan sebutan “Ekspedisi Pamalayu”.
Ide dan gagasan pemersatuan dan perluasan wilayah ini sebenarnya pada akhirnya bertujuan untuk menghadang gempuran kekuatan besar pasukan tentara Mongol itu sendiri, yang kemungkinan akan mengarah ke wilayah Asia bagian tenggara, tanpa kecuali wilayah-wilayah nusantara. Ide  atau gagasan pemersatuan ini juga dibuat untuk sistem pertahanan semesta dan pembentukan aliansi atau tentara gabungan pasukan tentara seluruh kerajaan di nusantara menghadapi terjangan badai besar dari pasukan tentara Mongol, bukti nyatanya ketika terjadi penyerangan pasukan Mongol terhadap kediri setelah masa kejatuhan Sri Kertanegara.
Pasukan tentara Mongol bahkan sanggup memporakporandakan dan membantai sejumlah pasukan yang bisa jadi 5 kali lipat jumlah pasukanya, tentunya ini hasil buah strategi dan pengalaman perang mereka didaratan Mongol, perang antar klan (suku) menyebabkan meraka teruji untuk model perang seperti apapun.
Begitu juga dalam mengadapi pasukan besar tentara Sunda Galuh walaupun tentara yang dibawa sebegitu banyak, laksana air bah, mungkin tentara Majapahit hanya terkumpul 30.000 – 45.000 orang, tapi posisi meraka yang menguasai medan tempur dan ahli-ahli perang semua, akan dengan mudah membikin porak-porandakan formasi tentara Sunda Galuh.

7 komentar:

  1. perang Bubat saya rasa adalah perang darat dengan asumsi bahwa rombongan prabu Linggabuana dari kerajaan Sunda Galuh berangkat dari Kawali dengan jumlah rombongan yang besar dengan menggunakan kapal dari pelabuhan Losari menuju pelabuhan Tuban dari sana rombongan besar tadi menuju ke Lapangan Bubat dimana patih Gajah Mada dan pasukannya sudah menunggu dan disinilah terjadi kesalah pahaman sehingga terjadi perang besar yang hingga kini disebut perang Bubat pada tahun 1357 sehingga berdasarkan keyakinan saya tadi lapangan Bubat itu sekarang menjadi kota kecamatan Babat sekitar 27 km sebelah selatan kota Tuban.Hal ini diperkuat keyakinan masayarakat Babat yang menyatakan bahwa perang Bubat terjadi di kota Babat bukan di sekitar Trowulan .

    BalasHapus
  2. setuju !!! kisah perang bubat ini banyak kejanggalan dan versi yang bermacam - macam dan tidak masuk akal...menurut saya mesti ada penelusuran sejarah ulang tentang kejadian ini dan penggalian kisah2 sejarah lainnya yang masih terpendam dan di ungkapkan segamblang2nya dengan lapang dada...kaki rapat kepala menunduk dan angkat topi buat penulis ^ ^

    BalasHapus
  3. Tidak Masuk Akal!!!!!.....Perang Bubat???!! hanya alat pemecah belah Bangsa..dan siasat Belanda...

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut aku masuk akal, krn peperangan bs trjadi oleh banyak sebab,
      menurut aku jg tulisan Mas Ejang ini yang bs memecah belah bangsa.

      Hapus
  4. Itu bkn perang tp pembantaian

    BalasHapus
  5. Menurut catatan, Gajah Mada diberhentikan oleh Hayam Wuruk karena culas. Pasukan Gajah Mada berjumlah 10.000 melakukan pembantaian terhadap Rombongan Maharaja Wangi yang sedang berkemah di lapangan Bubat sebagai kesepakatan akan di jemput oleh Hayam Wuruk yang ingin menikahi Putri Dyah Pitaloka. Saat itu, karena urusannya hanya berkaitan dengan besanan, Maharaja Wangi hanya mengikutsertakan 300 prajurit Utama dan beberapa jenderal/Perwira Tinggi. Gajah Mada, dengan culasnya meminta Maharaja Wangi untuk mengantarkan Putri Dyah Pitaloka sebagai upeti dan tidak diperbolehkan membawa pasukan. Ini membuat Maharaja Wangi marah besar dan menantang Gajah Mada. Setangguh apapun prajurit Kerajaan Sunda (Galuh) pasti tak akan menang melawan 10.000 pasukan Gajah Mada. Raja dan putri serta seluruh pasukan akhirnya mati terbantai. Ketika selesai pembantaian itu, Hayam Wuruk dan Raja Bali tiba di lapangan Bubat dan menemukan calon besan serta calon permaisurinya telah tewas, Hayam Wuruk MARAH BESAR sehingga mencopot Gajah Mada sebagai Maha Patih Majapahit. Hayam Wuruk yang Khawatir perang yang maha luar biasa akan terjadi antara kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda akan membinasahkan Majapahit, mengingat Majapahit hanya akan berperang sendirian melawan Kerajaan Sunda karena Raja-Raja Taklukan lain tak akan mau melawan Kerajaan Sunda yang telah menjadi sahabat mereka sejak dulu kala. Melihat kekhawatiran ini, Raja Bali menawarkan diri untuk mewakili Majapahit untuk meminta maaf kepada Kerajaan Sunda yang secara otomatis dengan wafatnya Maharaja Wangi maka Raja Pajajaran yang merupakan sepupu beliau segera menggantikan posisi KeMaharajaan Sunda yang memiliki 48 Kerajaan kecil mulai dari Brebes (kali Srayu) hingga Bengkulu (berbatasan dengan Palembang/Kerajaan Sriwijaya). Benar saja, mendengar berita terbunuhnya Maharaja Wangi, Raja Pajajaran telah menyiapkan armada perang darat dan laut untuk menghancurkan Majapahit. Dengan berkunjungnya Raja Bali yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Sunda, Raja Pajajaran menerima permintaan maaf dari Maharaja Hayam Wuruk, sehingga perang besar yang akan menghancurkan Majapahit pun tak terjadi. Namun bagi Orang Sunda, Palagan (pembantaian) Bubat ini menjadi dendam yang hingga kini tak bisa dihapus. (Saran: kalau mau bikin cerita, kumpulkan dulu fakta-fakta dokumentasi yang akurat, jangan cuma cerita seenak perutnya saja!)

    BalasHapus

Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik

Creative Commons License
MENGUAK TABIR SEJARAH NUSANTARA by Ejang Hadian Ridwan is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.
Based on a work at menguaktabirsejarah.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://menguaktabirsejarah.blogspot.com.