PURNAWARMAN RAJA MENDUNIA
KEDUA
TENTANG TERATAI (TERATAI=PADMA)
Karena
kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan beragama Hindu, maka bahasan tentang teratai akan
dilakuan dalam kontek agama Hindu juga, sumber materinya berasal dari kitab-kitab Upanisad. Kitab-kitab
itu kurang lebih menyatakan bahwa dalam agama Hindu ada banyak sekali media
yang digunakan sebagai sarana untuk memuja Sang Pencipta, salah satunya adalah
Padmasana, Di Padmasanalah Sang Pencipta itu disthanakan.
Kata
Padmasana berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Padma yang artinya
teratai dan Asana artinya sikap duduk atau tempat duduk. Jadi Padmasana berarti
tempat duduk yang berbentuk teratai. Oleh sebab itu pelinggih (Bangunan Pura)
yang paling utama disebut Padmasana. Bangunan ini pada bagian bawahnya
berbentuk kembang teratai, di atas kembang teratai inilah bangunan Padmasana
didirikan. Bunga teratai itu simbol dari tempat duduk atau berdirinya dewa-dewa.
Mengapa dipilih bunga teratai? Karena bunga teratai mempunyai kelainan dengan
bunga-bunga pada umumnya. Di antaranya sebagai berikut:
- Bunga teratai akar dan pangkalnya tumbuh di dalam lumpur, batangnya berada di air dan bunganya berada di atas air. Dengan demikian bunga teratai hidup di tiga alam yaitu alam lumpur, air, dan udara. Di dalam, ajaran agama Hindu Hyang Widhi disebutkan bertahta di atas tiga alam ini, sebagai penguasa Tri Bhuwana yaitu alam Bhur, Bwah, dan Swah. Hidup bunga teratai di dalam tiga alam inilah yang diidentikkan dengan Bhur, Bwah, dan Swah sehingga bunga teratai bisa dianggap simbol Tri Bhuwana.
- Bunga teratai walaupun hidup di lumpur yang busuk dan hidup di air tetap berbau harum dan tidak basah oleh air. Sebab itu maka bunga teratai dianggap sebagai lambang kesucian, bebas dan ketidakterikatan. Ida Sang Hyang Widhi walaupun Beliau menciptakan dunia dan berada di dunia, Beliau bebas dan ketidak terikatan dunia. Kesamaan ini menyebabkan bunga teratai sebagai simbol sthana Hyang Widhi.
- Bunga teratai mempunyai tangkai bunga yang lurus dan pangkal yang berada dalam lumpur sampai ke sari bunganya yang berada di atas air. Sesuatu yang lurus itu biasanya dipakai sebagai simbol yang baik.
- Meskipun bunga daun (kelopak daun) bunga teratai itu lebih dari delapan kelopak, tetapi di dalam mythologi selalu dilukiskan bahwa daun kelopak bunga teratai itu berjumlah delapan, dengan tepung sari di tengah sebagai simbol Hyang Widhi yang menguasai seluruh penjuru mata angin dikenal dengan gelar Dewata Nawa Sanggha, terdiri dari Dewa Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, Wisnu, Sambu, dan Siwa.
Demikianlah
beberapa hal keistimewaan bunga teratai sehingga dipakai simbol dari linggih
atau sthana Hyang Widhi. Padmasana pada hakekatnya adalah merupakan simbol dari
bumi ini atau Bhuwana Agung (alam semesta) karena alam semestalah merupakan
sthana Hyang Widhi di dunia ini. Untuk merealisasikannya maka diwujudkanlah
dalam bentuk Padmasana. Hal ini dapat diketahui dari perlengkapan Padmasana
tersebut yaitu:
- Bedawang Nala yang dililit oleh dua ekor Naga. Bedawang Nala adalah simbol dasar dari Bhuwana Agung maupun Bhuana Alit. Konon katanya di dasar bumi ini ada Bedawang Nala yang dililit oleh ular naga sehingga Bedawang Nala itu tidak bisa bergerak. jika naga itu terbuai atau tidur maka Bedawang Nala itu akan menggerakkan tubuhnya sehingga menimbulkan gempa. Binatang apa sebenarnya Bedawang Nala itu ? Di dalam lukisan arsitektur Bali Bedawang itu selalu dilukiskan sebagai penyu atau kura-kura yang kepalanya mengeluarkan api. Kata nala yang berasal dari kata anala (sanskrit) yang artinya api. Di dalam lontar Adi Parwa, Brahmanda Purana maupun Agastya Parwa, Badawang Nala itu dilukiskan sebagai Bedawang api yang berkepala kuda yang meminum air di lautan. jika kita hubungkan dengan pengetahuan geologi maka yang dimaksud dengan Bedawang Nala rupa-rupanya adalah magma api yang ada di kerak bumi. Jika magma itu bergerak maka akan menimbulkan gempa tektonik. Jika terjadi letusan gunung berapi maka lahar yang mengalir keluar tampak seperti kepala kuda yang menyala.
- Burung Garuda yang dilukiskan di belakang Padmasana, Simbol apakah Garuda itu? Gambar garuda ini ada hubungannya dengan cerita Sang Garuda yang terdapat di dalam Adi Parwa. Inti ceritanya adalah Sang Garuda yang mampu membebaskan dirinya dari ibunya Sang Winata dari perbudakan Sang Kadru dan anaknya. Dengan tebusan berupa tirta amerta yang diperolehnya dari Dewa Wisnu setelah Sang Garuda bersedia menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Jadi Garuda itu tidak lain adalah simbol manusia yang mencari pembebasan dari perbudakan benda-benda duniawi. Apakah manusia bisa membebaskan diri dari perbudakan benda-benda material/duniawi? Jawabannya adalah Tirta Amerta. Apa yang dimaksud dengan Amerta itu? Amerta artinya tidak mati-mati atau keabadian, Siapa yang tidak bisa mati hanya Tuhan! Barang siapa yang telah bisa mencapai Tuhan mereka tidak lagi terikat oleh kemelekatan benda-benda duniawi ini, mereka bebas dari perbudakan benda, mereka mencapai moksa (kebebasan).
- Angsa juga dilukiskan dibelakang Padmasana tepatnya di atas burung Garuda. Wujud Angsa itu selalu diwujudkan dengan sayapnya yang mengepak-ngepak. Menurut lontar “Indik Tetandingan” wujud angsa dengan sayap mengepak itu adalah simbol dari ardha candra, windu, dan nada. Kedua sayap yang mengepak menggambarkan ardha candra, windu, dan nada. Kedua sayap yang mengepak menggambarkan ardha candra, kepala angsa menggambarkan windu, dan mulut atau cocor angsa menggambarkan nada. Sumber yang lain dijumpai di dalam Upanisad yang menyebutkan: “Atma yang ingin bersatu dengan Brahman itu seperti burung angsa yang mengepak-ngepakkan sayapnya”. Maka kesimpulannya lukisan Angsa pada Padmasana adalah simbol manusia yang ingin kembali kepada Sang Hyang Widhi, yang juga disebutkan amoring acintiya.
- Naga Taksaka yang digambarkan pada Singhasana yang berbentuk menyerupai kursi. Naga Taksaka itu dipakai untuk menghiasi kedua tangan dan kedua kursi itu. Demi untuk kepentingan keindahan (seni rupanya) Naga Taksaka (yang bersayap) itu dilukiskan dua ekor. Naga Taksaka adalah merupakan simbol dari lapisan terakhir dari bumi yang juga membungkus kulit bumi tetapi selalu bergerak yaitu udara yang mengambil tempat di angkasa atau melambangkan / atmosfier bumi.
- Acintya yang dilukiskan di Singhasana Padmasana. Acintya mempunyai arti tak terpikirkan. Dengan demikian Acintya adalah simbol bahwa Tuhan itu tak terpikirkan. Dalam kitab-kitab Upanisad menyatakan bahwa Tuhan itu sangat sulit diberikan batasan, sebab batasan cendrung mempersempit dari pengertian Tuhan Yang Maha Agung itu. “Neti-neti”, bukan itu, bukan ini?
KETIGA
TENTANG LABA-LABA (JARING LABA_LABA)
Jaring
laba-laba terbuat dari benang-benang kerangka penahan-beban dan benang-benang
spiral penangkap berlapiskan zat perekat yang diletakkan di atasnya, serta
benang-benang pengikat yang menyatukan kesemuanya. Benang-benang spiral
penangkap tidak sepenuhnya terikat pada benang-benang perancah. Dengan ikatan
seperti ini, makin banyak korban bergerak makin terjerat ia pada jaring. Saat
melekat ke seluruh tubuh serangga korban, benang-benang penangkap secara
berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan semakin kuat serta semakin
kaku. Karenanya, korban terperangkap dan tak dapat bergerak. Setelah itu, bagai
paket makanan hidup, mangsa yang terbungkus benang-benang perancah alot ini tak
memiliki pilihan lain kecuali menanti kedatangan laba-laba untuk melakukan
serangan terakhir.
Daya Redam
dan kejut Jaring Laba-laba
Untuk
menjadi perangkap yang efektif, jaring laba-laba tidak cukup hanya bersifat
lengket atau terbuat dari benang-benang dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Misalnya, jaring tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menangkap serangga yang sedang terbang. Jika kita andaikan serangga yang
tertangkap jaring sebagai peluru kendali, maka menghentikan serangganya saja
tidak lah cukup. Mangsa yang tertangkap jaring harus dibuat tidak bergerak
sehingga laba-laba dapat mendekatinya dan menggigitnya. Menangkap peluru
kendali dan menghentikannya bukan lah pekerjaan yang mudah.
Selain
kuat, benang-benang yang membentuk jaring laba-laba juga elastik. Namun tingkat
elastisitasnya pada masing-masing daerah berbeda. Elastisitas ini penting untuk
alasan-alasan berikut ini:
- Jika tingkat elastisitasnya lebih rendah dari yang diperlukan, serangga yang terbang menuju jaring akan terpental balik seperti menubruk sebuah pegas yang keras.
- Jika tingkat elastisitasnya lebih tinggi dari yang diperlukan, serangga akan memolorkan jaring, benang-benang lengket akan menempel satu sama lain dan jaring tersebut akan kehilangan bentuknya.
- Pengaruh angin telah masuk dalam perhitungan elastisitas benang. Jadi, jaring yang teregang oleh angin dapat kembali ke bentuk semula.
- Tingkat elastisitas juga sangat berhubungan dengan benda yang melekat pada jaring. Sebagai contoh, jika jaring melekat pada tumbuhan, elastisitasnya harus mampu menyerap setiap gerakan yang disebabkan tumbuhan tersebut.
- Benang-benang penangkap yang terjalin berbentuk spiral letaknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Ayunan kecilpun dapat saling melekatkan satu dengan lainnya, dan menyebabkan celah-celah pada medan perangkap. Itulah sebabnya benang-benang penangkap yang lengket dan berelastisitas tinggi ini terletak di atas benang-benang kering yang berelastisitas rendah. Ini untuk mencegah potensi terbentuknya celah untuk lolos.
Seperti
telah kita lihat, pada setiap segi jaring dapat kita lihat suatu keajaiban struktural
dan ini yang menciptakan sifat redam-kejut pada jaringnya.
Pemeliharan Jaring
laba-laba
Jaring
laba-laba memerlukan pengurusan yang terus menerus, karena bagian spiral
lengketnya bisa rusak oleh hujan atau oleh gerakan mangsa yang berusaha lolos.
Lebih dari itu, debu yang menempel pada jaring dapat merusak daya lekat
benang-benang spiral.
Bergantung
pada letaknya, dalam waktu yang singkat - 24 jam, sebuah jaring bisa kehilangan
sifat-sifat yang membuatnya mampu menangkap serangga. Karena alasan inilah,
jaring dibongkar secara berkala dan dibangun kembali. Laba-laba makan dan
mencerna benang-benang jaring yang dibongkarnya. Ia menggunakan asam-asam amino
dari benang yang dicernanya untuk membangun jaring yang baru. (Bilim ve Teknik
Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science and Technology Gorsel Science and
Technology Encyclopedia), p. 1090).
Peringatan Kepada Burung dan Penyamaran
Laba-laba
cenderung membangun jaringnya, yang demikian berharga baginya, di tempat yang
sunyi. Alasannya adalah untuk menghindari kerusakan oleh binatang-binatang atau
oleh kondisi-kondisi alam. Laba-laba menggunakan cara-cara yang menarik untuk
melindungi jaring-jaring mereka. Salah satu yang paling menarik adalah jaring
laba-laba Argiope di Amerika Tengah. Laba-laba ini meletakkan marka-marka
zigzag putih mengkilat pada jaringnya. Marka-marka ini untuk memperingatkan
burung agar tidak terbang kedalam jaring. Laba-laba ini juga menggunakan
marka-marka ini untuk bersembunyi di belakangnya. Ia menanti di belakang
marka-marka ini agar mangsa tidak melihatnya.
Laba-laba
telah menggunakan model-model ini di seluruh dunia sejak pertama kali mereka
muncul. Laba-laba, seperti mahluk hidup lainnya, berbuat hanya berdasarkan
inspirasi dan tuntutan situasi yang ada dan sebagai cara untuk bertahan hidup.
Belajar dari sifat dan kehidupan laba-laba, Inilah merupakan fitrah setiap
mahluk hidup yang dianugrahkan Tuhan segala kelebihan dan kekurangannya sesuai
dengan kondisi kehidupan yang dihadapainya.
Mengenai kekuatan jaring laba-laba Tempo.Co, Boston mengungkapkan bahwa para ilmuwan di Amerika
Serikat berhasil menemukan jawaban mengapa jaring laba-laba mampu menahan
kekuatan besar. Mereka mengklaim temuan ini dapat digunakan untuk membantu
merancang bahan berkekuatan super generasi baru.
Menurut
para ilmuwan, kekuatan luar biasa jaring laba-laba tidak hanya disebabkan bahan
baku benang sutra yang memang alot, tapi juga desain rumit jaring itu sendiri.
Markus
Buehler dari Massachusetts Institute of Technology di Boston mengatakan,
kekuatan sesungguhnya dari jaring laba-laba tidak terletak pada benang sutra
penyusunnya. "Tapi pada perubahan sifat mekanis ketika ada yang mengenai
jaring itu," ujar dia.
Struktur
kompleks jaring berperan penting. Ketika salah satu untaian benang putus atau
rusak, misalnya, kekuatan keseluruhan jaring laba-laba justru semakin
meningkat. Menurut Buehler, pembuatan jaring menyita sebagian besar energi
laba-laba sehingga hewan itu butuh desain yang mencegah perbaikan besar ketika
jaring rusak.
Para
ilmuwan juga menemukan benang sutra pada jaring laba-laba memiliki kemampuan
untuk menjadi lunak atau kaku, tergantung seberapa besar beban yang
mengenainya. "Ini tidak seperti serat alami atau buatan manusia
lainnya," kata Buehler lagi.
Para
ilmuwan membandingkan benang sutra laba-laba dengan tiga bahan lain sebagai
pembuat jaring. Ternyata, sutra laba-laba enam kali lebih tahan terhadap
kerusakan ketika tertimpa ranting jatuh atau angin kencang.
Begitu
pula ketika diberi beban tambahan. Hanya satu jalinan benang sutra laba-laba
yang rusak. Dengan kerusakan minim itu, laba-laba hanya perlu melakukan
perbaikan kecil pada jaringnya setiap ada kerusakan daripada membuat jaring
baru.
Yang
juga mengejutkan, ketika para peneliti mengurangi beban hingga 10 persen dari
berbagai titik pada jaring laba-laba, jaring tersebut malah 10 persen lebih
kuat. Menurut penelitian ini, benang sutra laba-laba lima kali lebih kuat
daripada benang serupa yang terbuat dari baja.
Penelitian
terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal
Nature, Jumat, 3 Februari 2012, ini menemukan, jaring laba-laba
mengandung dua jenis benang sutra. Jenis pertama adalah benang sutra kaku dan
kering yang merentang seperti jari-jari dari titik pusat ke tepian jaring.
Jenis
kedua adalah benang sutra yang lebih tipis dan lengket, disebut "sutra
lengket". Benang jenis kedua ini disusun melingkar, menempel pada
jari-jari sutra kering. Sutra lengket juga berguna untuk menjebak mangsa yang
menyangkut di jaring laba-laba itu.
Tambahan. Berita kompas malahan menyebutkan
bahwa Shigeyoshi Osaki, ilmuwan dari Nara Medical University, Kashihara,
Jepang, menyulap benang jaring laba-laba menjadi dawai biola. Hasil inovasinya
dipublikasikan di jurnal Physical
Review Letters yang akan segera terbit bulan ini.
Untuk
membuatnya, Osaki memanen benang dari 300 ekor laba-laba spesies Nephila
maculata. Ilmuwan merangkai 3000-5000 helai benang untuk membuat satu buntalan
benang yang lebih besar. Tiga buntalan benang kemudian disatukan untuk
membentuk dawai.
Uji
kekuatan kemudian dilakukan untuk memastikan agar dawai yang dihasilkan tak
putus ketika dimainkan. Hasil ujicoba membuktikan bahwa dawai dari jaring
laba-laba lebih kuat dibanding dawai bahan nilon.
Studi
menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa selain berbentuk silinder
sempurna, susunan material dawai juga sangat sempurna sehingga tidak menyisakan
rongga. Hal ini mendukung kekuatan dawai dan menciptakan suara yang lebih baik.
"Beberapa
pemain biola profesional mengatakan bahwa dawai dari jaring laba-laba ini
menghasilkan warna nada yang lebih baik, menghasilkan musik yang benar-benar
baru," kata Osaki seperti dikutip situs BBC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik