Selasa, 27 Maret 2012

POLA HUBUNGAN MAJAPAHIT & SUNDA 6

POLA HUBUNGAN KERAJAAN MAJAPAHIT & SUNDA
Analisa Data 
Nama Yawana yang ada, dinyatakan bahwa salah satu negara yang statusnya bersahabat dengan kerajaan Majapahit. Kalau Yawana itu ditujukan untuk nama kerajaan di India barat, tidaklah berdasar karena istilah nusantara tidak menjangkau ke wilayah tersebut.
Istilah nusantara sendiri sering diartikan sebagai gabungan antara negera-negara taklukan atau kerajaan bawahan dengan negara-negara "asing" yang statusnya sebagai negara sahabat kerajaan Majapahit. Sekali lagi istilah negara asing atau negara sahabat bukan didasarkan oleh letak jauh tapi atas dasar setatusnya yang bukan negara taklukan atau bawahan kerajaan Majapahit.
Yawana dalam hal ini adalah diduga sebuah nama negara sebutan yang terdiri dari beberapa kerajaan yang masih dalam kawasan yang dekat, tentunya dengan kerajaan Majapahit, dilihat dari nafas kalimat petikan tersebut, dikuatkan tidak adanya nama-nama kerajaan dipulau Jawa yang disebut satu pun, di petikan pupuh kitab Negara Kertagama sebelumnya.
.......Yawana ialah negara sahabat. 
Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak dahulu menjadi satu dengan Jawa. Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.”,
Pernyataan yang diimbangi secara adil dan rata, adanya hubungan bolak balik antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya, dan dengan ada pernyataan lanjutan tentang keberadaan serta status pulau Madura, juga seirama dengan pertanyaan umum mengenai keberadaan nama kerajaan-kerajaan di tatar Sunda yang tidak ada di daftar negara-negara yang berada dibawah kekuasaan Majapahit menurut keterangan dari isi kitab Negara Kertagama.
Si pembuat atau pengarang kitab Negara Kertagama adalah sudah barang tentu seorang satrawan mumpuni yang luas wawasannya, menjangkau pengetahuan sejarah masa lampau menurut ukurannya, dan untuk menyebutkan nama kerajaan-kerajaan ditatar Sunda atau kerajaan-kerajaan Jawa secara keseluruhan, dan dengan ada hubungan emosional kedekatan serta persaudaraan dari rangkaian sejarah sjauh sebelumnya, tentunya panggilan atau sebutan bagi kerajaan-kerajaan ditatar Sunda dan Jawa haruslah memakai istilah tersirat.
Hal yang sama kalau dimisalkan penyebutan nama keluarga, atau teman atau orang yang sudah mempunyai hubungan kedekatan dengan meminjam biasanya meminjam nama anaknya seperti : bapak si Pulan, Ibu si Siti, atau sebutan seorang anak kepada babaknya ketika dia juga sudah punya anak "kakek si Badu, Nenenk si Intan" dan lain sebagainya, istilah lain untuk menghindari pernyataan nama langsung sebagai tanda penghormatan.
Bukti sastrawan ini mempunyai pengetahuan dimasa lampau dengan adanya petikan kitab Negara Kertagama ".......Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh." , kalau saja pengarang buku atlanstis tahu kalimat itu dari kitab Negara Kertagama, bisa jadi kitab ini dijadikan rujukan, soalnya ada penanggalan waktu disitu "tahun Saka lautan menantang bumi" yang secara harfiah bisa diartikan ketika permukaan air laut naik mengenangi daratan. Ini sangat sejalan dengan penelitian, analisa dan teori-teori buku Atlantis karya Prof. Santos (nama panggilan pengarang buku Atlantis). Mohon maaf penulis belum bisa mengartikan arti "lautan menantang bumi" sebagai angka tahun kisaran untuk sekala perhitungan saka.
Hal ini juga sama dengan sebutan untuk nama Yawana, dipakai untuk menerangkan kerajaan-kerajaan di tatar Sunda, tapi meminjam istilah asal usul orang masyarakat Sunda dan Jawa secara keseluruhan karena merasa ada kesamaan jalur keturunan, terdapat rasa persaudaraan yang kental. Karena secara sejarah, masyarakat Sunda lebih awal mulai terdeteksi sebagai asal usul keturunan pertama, dilhat dari historis kerajaan-kerjaan di tatar Sunda dan Jawa bagian timur tentunya.
Nama Yawana, menurut penulis arahnya ini merujuk untuk sebuah nama lain, diduga yaitu kerajaan-kerajaan Sunda. Sumber terakhir yang menerangkan secara linguistik bahwa Java atau Jawa dan erat kaitannya dengan bahasa Javana atau Yavana atau Yawana yang berasal dari negeri India, lebih jauh dalam buku Atlantis ini istilah Yawana yang dimaksud adalah langsung menunjuk pulau Jawa (Pulau putih tempat asalnya bangsa atau ras berkulit putih), dan bukan dimaksudkan untuk nama asli sebutan kumpulan suku gabungan Yunani-India.
Dengan demikian, Yawana dalam kitab Negara Kertagama sebenarnya menunjukan untuk negara-negara atau kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa secara keseluruhan bukan hanya kerajaan-kerajaan Sunda, artinya semua kerajaan yang termasuk dalam kelompok dan berada di Pulau Jawa itu adalah kerajaan sahabat, terkecuali memang daerah bawahan yang dari semula yang sudah menjadi negara bagian dari Kerajaan Majapahit.
Dilihat dari maksudnya, Yawana lebih kearah kerajaan-kerajaan ditatar Sunda, dilihat dari pengecualian tentang kerajaan-kerajaan dipulau Jawa yang sudah termasuk secara fakta teritorial ke wilayah kerajaan Majapahit. Dengan demikian Yawana sudah barang tentu secara cakupan dan khusus untuk kasus ini, dapat diambil kesimpulan atas dasar analisa-analisa diatas bahwa Yawana merujuk terhadap kerajaan-kerajaan di tatar  Sunda, dan yang mewakili kerjaaan gabungan di tatar Sunda pada waktu itu adalah kerajaan Sunda Galuh.
Kecuali ada bukti lain yang menerangkan identitas tentang kerajaan Yawana yang sebenarnya. Maka dengan demikian pernyataan tentang negara Yawana yang disebutkan dalam kitab Negara Kertagama adalah nama untuk sebutan kerajaan-kerajaan di tatar Sunda, alasan-alasan sudah dijelaskan diatas, bisa jadi mendekati atau mirip arah arahnya untuk kerajaan Sunda Galuh yang dimaksud itu, kerajaan yang merupakan gabungan kerajaan-kerajaan di tatar Sunda, setelah melihat dari beberapa sumber yang korelasinya sama.

1 komentar:

  1. Bantahan tentang keberadaan benua di Indonesia (dari Awang H. Satyana, Geolog)http://rovicky.wordpress.com/2009/11/27/benua-geologi-benua-sejarah-benua-khayalan/


    Antitesis-Antitesis Geologi”. Pada intinya, Prof. Santos menyamakan
    penenggelaman Sundaland sebagai penenggelaman Atlantis. Hanya, mekanisme
    penenggelaman itu bukan karena siklus deglasiasi, tetapi karena letusan
    rangkaian gunungapi dari India sampai Jawa termasuk Toba dan Krakatau yang
    terjadi pada 11.600 tahun yang lalu. Air laut naik sampai 130 meter pada
    saat itu menenggelamkan seluruh Sundaland. Pendapat ini sama-sekali tak
    punya bukti geologi dan ngawur secara kronologi. Toba terakhir meletus hebat
    sebagai sebuah supervolcano pada 74.000 tahun yang lalu dan letusan pertama
    Krakatau terjadi pada 416 M, itulah bukti-bukti geologi yang kita punya.
    Sundaland
    > memang pernah tenggelam akibat air laut naik secara signifikan, tetapi
    itu terjadi pada 14.600-14.300 tahun yang lalu. Kenaikan selama 300 tahun
    itu menaikkan air laut sampai 16 meter, atau 5,3 cm per tahun (Lihat
    publikasi-publikasi terbaru dari Hanebuth et al., 2000, Rapid Flooding of
    the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record. Science. v. 288, no. 5468,
    pp. 1033-1035 dan Hanebuth et al., 2004, Depositional sequences on a late
    Pleistocene–Holocene tropical siliciclastic shelf (Sunda Shelf, southeast
    Asia). Journal of Asian earth Science. v. 23, pp. 113-126). Bagaimana Prof.
    Santos bisa mengatakan bahwa airlaut naik sampai 130 meter hanya dalam satu
    tahun ? Mekanisme letusan volkanik menyebabkan deglasiasi pun tak kita kenal
    dalam geologi, justru volkanisme dalam banyak kasus menyebabkan winter
    volcanic. Secara dimensi pun, tsunami sehebat apa pun tak akan
    menenggelamkan Sundaland secara sekaligus. Tsunami Krakatau 1883 hanya
    menyebabkan
    > tsunami di sekitar pantai Lampung, Banten dan sedikit Jakarta. Itu saja.
    Kemudian, Selat Sunda itu sudah terbentuk sejak Miosen Akhir saat Pulau Jawa
    melakukan rotasi anti-clockwise dan Sumatra melakukan rotasi clockwise. Ini
    telah ada bukti pengukuran paleomagnetikya (antara lain lihat publikasi
    Ngkoimi et al., 2006 untuk Jawa, dan Ninkovich, 1976 untuk Sumatera).
    Akibatnya, Selat Sunda membentuk celah segitiga menyempit ke timurlaut
    melebar ke baratdaya. Retakan ini menyebabkan banyak sesar-sesar di sekitar
    Selat Sunda dan salah satu perpotongan sesar itu diduduki Krakatau. Bukanlah
    Krakatau yang meretakkan Selat Sunda pada 11.600 tahun yang lalu. Maka, saya
    pun tak bisa menerima pendapat Prof. Santos bahwa Indonesia itu Atlantis,
    tak ada bukti2 geologi ditemukan di bukunya, dan cara Prof. Santos
    menerangkan geologi di dalam bukunya tidaklah nalar, paling tidak bukan
    mekanisme2 yang dikenal di dalam main stream geological sciences.

    BalasHapus

Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik

Creative Commons License
MENGUAK TABIR SEJARAH NUSANTARA by Ejang Hadian Ridwan is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.
Based on a work at menguaktabirsejarah.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://menguaktabirsejarah.blogspot.com.