MARI
BELAJAR SEJARAH DARI FILIPINA
BAHAN MATERI TENTANG KEPALSUAN
SEJARAH FILIPINA
Pada
tahun 1996, The National Historical Institute (NHI) di Filipina, negaranya
Aroyo dan Markos, kedua nama itu sebutan untuk presiden yang terkenal di negara
itu, mengeluarkan pernyataan bahwa Kalantiaw, Sikatuna, Limasawa adalah bentuk
kepalsuan sejarah. Yang pertama adalah tipuan, Hoax. Yang lain adalah produk dari kebodohan.
Yang terakhir adalah hasil dari logika yang salah.
Pertama, Kalantiaw yang
dimaksud ditujukan untuk Code of Kalantiaw (Kode Kalantiaw), isinya merupakan hukum terhadap berbagai hal yang menyangkut pidana, isinya mengerikan, sadis dan menimbulkan pertentangan agama, silakan baca di link ini tentang isi Kode Kalantiaw. Kedua, Sikatuna yang
dimaksud ditujukan atas Ordo Sikatuna yang dibentuk berdasarkan keputusan
pemerintah (sebut saja kepres) Filipina yang ditandatangani oleh Presiden Elpidio
Quirino pada tanggal 27 Februari 1953. Dan masih dengan keputusan pemerintah
tentang peringatan perjanjian Filipina dengan negara asing, yang kemudian pada
era kepersidenan Gloria Macapagal Arroyo keputusan pemerintah ini dibatalkan, dengan alasan telah terjadi
kesalahan sejarah.
Ketiga,
Limasawa yang dimaksud ditujukan nama Pulau yang diduga menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Mindanau berdasarkan hipotesa yang dikisahkan oleh seorang seorang
misionaris Jesuit, Fr. Francisco Combes ,SJ, bahwa Limasawa
adalah tempat pertama yang dikunjungi oleh Magellan dan armadanya yang berlabuh
dari 28 Maret - 4 April Maret 1521 ditandai dengan adanya acra Misa pertama
kali pada jum’at Agung 1521.
Yang jadi masalah sejarah tentang
Limasawa adalah apa yang digambarkan Fr. Francisco Combes ,SJ tentang Limasawa
adalah sama dengan pelabuhan Mazaua tempat
Magellan pertama kali berlabuh. Sedangkan secara data geologi, geografis, geomorfologi,
arkeologi, kategori histriographic dan yang seperti dijelaskan oleh saksi mata berdasarkan
kronik sejarah dari Antonio Pigafetta, Gines de Mafra, Francisco albo, Pilot
Genoa, Martín de Ayamonte, serta perhitungan dari Antonio de Brito, Andrés de
San Martín, Antonio de Herreray Tordesillas, dan Transylvanus Maximilianus
bahwa Mazau adalah pelabuhan tempat Magellan berlabuh, dan dsinilah letak kontroversi sejarahnya, bukan Limasawa, tentunya setelah ada kajian ilmiah tentang Mazaua, tapi
sebelumnya sejarah Filipina menerima apa yang disampaikan bahwa Limasawa adalah
Mazaua yang dimaksud.
Masa 36
tahun sebelum pernyataan The
National Historical Institute (NHI) diatas muncul
sebuah kajian dan penelitian atas Kode Kalantiaw, kode yang pertama kali muncul di Legenda Kuno dari
Pulau Negros terdapat pada sebuah buku atau kitab yang dianggap berasal
dari seorang biarawan fiktif
bernama José María Pavon tetapi sebenarnya
adalah pemalsuan oleh José
E. Marco (sekitar
1877 sampai dengan 1963) yang
mengklaim telah menemukan kode Kalantiaw tersebut pada
tahun 1913, selama masa itu hampir
tidak ada yang mempertanyakan keasliannya,
kode Kalantiaw bertahan selama lebih
dari 50 tahun sampai seorang
sejarawan, William Henry Scott, menyatakan bahwa kode itu merupakan sebuah penipuan sejarah, tahun 1968.
Datu Kalantiaw adalah seorang yang disebut Bendahara Rajah
Kalantiaw (red, Rajah=Raja), Kalantiaw kadang-kadang
dieja Kalantiao, Mitos sejarah Filipina yang dikatakan telah menciptakan kode hukum
pertama di Filipina, yang dikenal sebagai Kode Kalantiaw, dibuat pada 1433.
Kode Kalantiaw
itu termuat dalam salah satu dari lima
naskah yang diperoleh dari Jose E. Marco pada
tahun 1914, yang tersimpan di Perpustakaan Nasional
Filipina.
Kode Naskah Antiguas Leyendas salah satunya (bagian dari Kode Kalantiaw) dijadikan sumber sejarah oleh Sejarawan
William Henry Scott dan
ditegaskan dalam tesis PhD-nya
(doktoral) mengenai “Critical
Study of the Prehispanic Source Materials for the Study of Philippine History”
(Studi Kritis Bahan Sumber Prehispanic untuk
Studi Sejarah Filipina). Tesis dari William Henry Scott
menegaskan bahwa tidak ada bukti
bahwa penguasa Filipina dengan nama Kalantiaw pernah
ada atau bahwa setiap kode
Hukum Pidana Kalantiaw lebih tua dari
tahun 1914.
Scott,
sebut saja begitu namanya, supaya cepat, berhasil
mempertahankan tesis pada tahun
1968 di depan sidang panel sejarawan
terkemuka Filipina, seperti sejarawan: Teodoro
Agoncillo, Horacio de la Costa, Marcelino
Foronda, Nicolas Zafra, dan Gregorio Zaide.
Tesis ini diterbitkan oleh University of Santo Tomas Press pada
tahun 1968. Para Sejarawan Filipina setuju untuk menghapus dan menyebutkan Kode Kalantiaw untuk rujukan tentang sumbaer sejarah Filipina dimasa depan.
Pada awalnya seorang sejarawan bernama Josue Soncuya, memperkuat tentang Kode
Kalantiaw dengan menerbitkan terjemahan
Bahasa Spanyol dari kode Kalantiaw pada tahun 1917, dan menulis tentang hal itu
dalam bukunya “Historia Prehispana de Filipinas” (Sejarah Prehispanik dari
Filipina). Soncuya menyimpulkan bahwa Kode ini ditulis untuk Aklan
karena kehadiran dua Aklanon bukan kata-kata Hiligaynon dalam teks, dan
kata-kata Aklan, Pulau Panay ditambahkan kemudian ke versi terjemahan Soncuya
itu ("Echo en al ano 1433 - Calantiao-3
Regulo").
Penulis
lain sepanjang abad ke-20,
dan sampai hari ini, mengakui
bahwa mitos dari Kode Kalantiaw tidak lagi menjadi bagian dari sumbar sejarah untuk teks-teks sejarah
standar di Filipina, meskipun mitos itu begitu, hoax, tapi
masih tetap dipercaya oleh sebagian masyarakat terutama oleh sebagian besar kaum Visayans, Mindanau, Filipina tengah.
Data sejarah lain yang
dipalsukan adalah tentang legenda yang sangat terkenal di Filipina yaitu
Legenda Maragtas. Legenda yang berasal dari buah pikiran (terlalu kasar kalau
disebut hasil halusianasi hehehe) Pedro A. Monteclaro, di Iloilo pada tahun 1907. Berdasarkan legenda tersebut maka lahirlah peringatan tentang
Ati-atihan, yang merupakan festival dari sebuah karnaval yang dirayakan setiap
tahunnya oleh masyarakat di Kalibo, Filipina pada hari raya Santo Nino,
ditampilkan dengan cara para peserta memakai pakaian aneh-aneh, tubuh dilumuri
cat warna-warni, tarian liar dan diringi nyanyi-nyayian di sepanjang jalan.
Legenda Maragtas ini
menceritakan tentang proses migrasi penduduk dari Kalimantan sekitar abad ke-13, ada
yang menegaskan kisaran tahun 1250 masehi, terdiri dari sepuluh datu yang
mencari kebebasan alih-alih menghindar akibat pemerintahan yang kejam dari seorang Raja yang bernama
Makatunaw di Kalimantan. Rombongan kesepuluh datu, tentunya dengan para
pengikutnya, dipimpin pula oleh sepasang suami istri yaitu Ati Marikundo dan Maniwantiwan,
Makanya nama perayaan Festival Ati-atihan diambil dari nama tersebut.
Legenda Maragtas ini sendiri sejatinya
dipercaya sebagai awal mula terbentuk atau lahirnya bangsa atau penduduk Filipina, dan itu sudah terpatri
dibenak masyarakatnya, bahkan sampai saat ini kepercayaan dan keyakinan itu
masih dianut oleh sebagian kaum, dibeberapa daerah Filipina. Adalah para ilmuwan seperti H.
Otley Beyer, Robert B. Fox dan F. Landa Jocano, juga yang lainnya yang mencoba melakukan kajian dan penelitian terhadap kebenaran tentang legenda tersebut.
Legenda Maragtas intinya
menerangkan tentang teori migrasi dan para ilmuwan secara jelas menolak ide
migrasi dari Legenda Maragtas tersebut, mereka menyatakan bahwa teori migrasi
yang berdasarkan Legenda Maragtas terlalu sederhana, sedangkan menurut
penelitian dari bukti-bukti sejarah, jauh sebelum tahun yang ditunjukan oleh
legenda tersebut didapat bahwa penduduk Filipina telah terbentuk. Berdasarkan teori migrasi hasil kajian
dan penelitian mereka menyatakan bahwa proses terbentuknya bangsa Filipina sangatlah komplek, terlahir
dari proses asimilasi budaya yang beraneka ragam, tidak bisa dijelaskan secara
sederhana oleh sebuah legenda yang nyata-nyata adalah hasil karya imagenier
dari sesorang yang bernama Pedro A. Monteclaro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik