Selasa, 24 April 2012

KEN ANGROK MENGGUGAT MBAH GOOGLE V

KEN ANGROK MENGGUGAT MBAH GOOGLE

E. Kontroversi Naskah Pararaton, katanya sich....
 
Dalam artikel ini, nama-nama yang terlibat dalam pararaton seperti Ken Arok, Ken Dedes, Ken Umang dan Tunggul Ametung, sesuai dengan jalan ceritanya, nama-nama tersebut lebih cocok kalau diartikan dengan bahasa jaman sekarang atau sekurangnya nama-nama pada abad ke 19, yang berarti bahasa melayu yang berperan.
Apakah ini suatu kebetulan, lingkaran pengertian nama-nama itu sesuai dengan alur cerita kisah Pararaton? bisa ya, juga bisa tidak. Tergantung dari sudut pandang dan keyakinan setiap orang atas cerita tersebut, yang dikisahkan Pararaton. Tetapi kalau cerita itu seperti pengertian nama-nama sekarang berarti sekernario itu diciptakan oleh si pengarang.

Pertanyaan selanjutnya? Apakah pengarang naskah Pararton sudah mengenal bahasa Melayu dan bahasa asing, Inggris dan Belanda. Jawaban dari sesautu yang tidak pasti yaitu hanya pengarang dan Tuhan yang tahu (jawaban klasik mode on). 

Kontroversi tentang pararaton ini akan semakin seru dilihat dari berbagai peristiwa seperti adu pendapat antara para ilmuwan atau sejarawan barat sendiri, salah satunya di "F.D.K.Bosch,”C.C.Berg and Ancient Javaancse History,”BKI Jilid 112 (1956), hal.1-24" yang akan penulis bahas dalam artikel tersendiri.

Sebagian artikel itu membahas juga tentang nama-nama tersebut sekaligus tentang nama-nama keturunan selanjutnya:

"The name of this ruler was considered under the influence of popular etymology as a combination of the uriceremonial personal article si and the name Ndok, giving rise to Ngrok, which in its turn led to the creation of the hyper - correct - form Angrok. At the time when this Angrok was made the founder of the Singosari dynasty, he was given divine status.

As such he revealed himself as Bhatara Guru and in this quality he obtained the two spouses which belong to this divinity, viz. the eudaimonic - Uma, corrupted to Umang in the Pararaton, and the demoniacal Durga, called Dedes for fear of this dangerous goddess. The two eldest sons of Dedes are called together Wongateleng-Agnibhaya, "the danger of the fiery clitoris", and those of Umang, again together, Tohjaya-Sudhatu i.e. "the good fortune of the well-established victory".

It is easily understood that in both cases the double name gave rise to two sons who obtained one half of the name each. The same origin must be ascribed to the two grandsons which the Pararaton attributes to Dedes, viz. Rangga-Wuni (=Wisnuwardhana) arid Mahisa-Campaka (= NarasinghamQrti) from one single grandson, called Campaka-Wuni, "(Clitoris) flower of femininity".

(Nah lhoooo!!!???...lebih ganas tuh pembahasan Bosch mengenai nama-nama itu....).

Penulis merasa perlu curiga terhadap Angrok yang diterjemahkahn menjadi Bhatara dalam bahasa Inggris dan Bahasa Belanda, apakah data entri Mbah Google ini dipengaruhi oleh karya-karya C.C Berg, karena dialah yang paling ngotot menyerang Naskah Negara Kertagama dan mempertahankan Naskah Pararaton tahun 1950-1955, dengan 6 artikel yang dibuat tergesa-gesa itu, menurut ukuran sebuah hipotesa sejarah tentunya.

Artikel C.C. Berg itu yaitu :
  1. "Kertanagara, de miskende empire builder" (the neglected Empire builder), Qrientatie, July 1950, pp. 1-32 (=Kert.).
  2. De evolutie der Javaanse geschiedschxijving" (The evolution of Javanese historiography), Mededelingen dtr Koninklijke Nederlandse Akademie van IVetenschappen, Afd. Letterkunde, Nixiwe reeks 14, no. 2, 26 pp. (= Ev.).
  3. "De geschiedenis van pril Majapahit I: JA &. mysterie van de vier dochters van Kertanagara" (The history of early Majapahit I: the mystery of the four daughters of Kertanagara), Indonesie IV, 1950/51, pp. 481-520 (= PM. I).
  4. "De geschiedenis van pril Majapahit, II: Achtergrond en oplossing der pril-Majapahitse conflicten" (II: Background and solution of the early Majapahit conflicts), Indonesia V, 1951, pp. 193-233 (= PM. II).
  5. "De Sadeng-oorlog en de mythe van Groot-Majapahit" (The Sadeng war and the myth of Greater Majapahit), Indonesie V, 1951, pp. 385-422 (=SO—GM);
  6. "Herkomst, vorm en functie der Middeljavaanse rijksdelihgstheorie" (Origin, form and unction of the Middle-Javanese theory concerning the division of the empire), erhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, Nieuwe reeks LIX, no. 1, 306 pp. (= Rd).
Sebagian dari hasil penelitian dari C.C Berg, dua diantaranya dipublikasikan di BKI 110, 1954, dan tiga diantaranya lagi dipublikasikan di Indonesie VIII dan satu Studio Islamica, 1955. Dan sepertinya, semua artikel yang dipublikasikan itu merupakan hal baru di dalam sejarah ditatar Jawa.

Hal yang disampaikan C.C Berg ini tentunya menimbulkan kekagetan dari para sarjana dan sejarawan pada saat itu, termasuk salah satunya FDK Bosch yang kemudian dia sendiri menyusun tulisan dengan judul “C.C. Berg and ancient Javanese history” In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 112 (1956), no: 1, Leiden, 1-24, (C.C. Berg dan Sejarah Jawa Kuno).

Kesan pertama yang muncul karena adanya publikasi hasil penelitian C.C Berg ini dari FDK Bosch adalah rasa curiga, ada hal penting apakah gerangan yang mebuat C.C Berg mempublikasikan artikel-artikel tersebut, atas kebutuhan apa? Soalnya dia melihat bahwa apa yang disampaikannya itu adalah merupakan hasil penelitian yang masih dangkal, tidak berdasar dan gegabah.

Alhasil sebagian nama-nama, baik tokoh utama atau peran pembantu atau nama alias, yang berada dalam Pararaton ini, tentang kisah melegenda Ken Angrok dan Ken Dedes, adalah nama-nama yang mengandung perumpamaan (personifikasi) dan perwujudan karakter terhadap jalannya kisah kasih Arok dan Dedes seperti yang diceritakan oleh Pramodoeya Ananta Tour, dan para pengkisah atau penulis lainnya.

Ehhh satu lagi, Angrok, Angrod dan Angron semuanya berkisaran dan berputar dalam arena cerita kerajaan, kekuasan dan lain-lain walaupun versinya berbeda (hadoohhh!!! tambah kemana-mana dechh).

2 komentar:

  1. kalau nama anda terjemahannya apa?..

    BalasHapus
  2. Semacam nama-nama tokoh sejarah besar sengaja diberi nama-nama alias yang artinya bisa merujuk ke negatif begitukah?

    BalasHapus

Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik

Creative Commons License
MENGUAK TABIR SEJARAH NUSANTARA by Ejang Hadian Ridwan is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.
Based on a work at menguaktabirsejarah.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://menguaktabirsejarah.blogspot.com.