KEN ANGROK MENGGUGAT MBAH GOOGLE
E. Kontroversi
Naskah Pararaton, katanya sich....
Dalam artikel ini, nama-nama yang terlibat
dalam pararaton seperti Ken Arok, Ken Dedes, Ken Umang dan Tunggul Ametung,
sesuai dengan jalan ceritanya, nama-nama tersebut lebih cocok kalau diartikan
dengan bahasa jaman sekarang atau sekurangnya nama-nama pada abad ke 19, yang
berarti bahasa melayu yang berperan.
Apakah ini suatu kebetulan, lingkaran
pengertian nama-nama itu sesuai dengan alur cerita kisah Pararaton? bisa ya,
juga bisa tidak. Tergantung dari sudut pandang dan keyakinan setiap orang atas
cerita tersebut, yang dikisahkan Pararaton. Tetapi kalau cerita itu seperti
pengertian nama-nama sekarang berarti sekernario itu diciptakan oleh si
pengarang.
Pertanyaan selanjutnya? Apakah pengarang
naskah Pararton sudah mengenal bahasa Melayu dan bahasa asing, Inggris dan
Belanda. Jawaban dari sesautu yang tidak pasti yaitu hanya pengarang dan Tuhan
yang tahu (jawaban klasik mode on).
Kontroversi tentang pararaton ini akan
semakin seru dilihat dari berbagai peristiwa seperti adu pendapat antara para
ilmuwan atau sejarawan barat sendiri, salah satunya di "F.D.K.Bosch,”C.C.Berg
and Ancient Javaancse History,”BKI Jilid 112 (1956), hal.1-24" yang
akan penulis bahas dalam artikel tersendiri.
Sebagian artikel itu membahas juga tentang
nama-nama tersebut sekaligus tentang nama-nama keturunan selanjutnya:
"The name of this ruler was
considered under the influence of popular etymology as a combination of the
uriceremonial personal article si and the name Ndok, giving rise to Ngrok,
which in its turn led to the creation of the hyper - correct - form Angrok. At
the time when this Angrok was made the founder of the Singosari dynasty, he was
given divine status.
As such he revealed himself as Bhatara
Guru and in this quality he obtained the two spouses which belong to this
divinity, viz. the eudaimonic - Uma, corrupted to Umang in the Pararaton, and
the demoniacal Durga, called Dedes for fear of this dangerous goddess. The two
eldest sons of Dedes are called together Wongateleng-Agnibhaya, "the
danger of the fiery clitoris", and those of Umang, again together,
Tohjaya-Sudhatu i.e. "the good fortune of the well-established
victory".
It is easily understood that in both cases
the double name gave rise to two sons who obtained one half of the name each.
The same origin must be ascribed to the two grandsons which the Pararaton
attributes to Dedes, viz. Rangga-Wuni (=Wisnuwardhana) arid Mahisa-Campaka (=
NarasinghamQrti) from one single grandson, called Campaka-Wuni,
"(Clitoris) flower of femininity".
(Nah lhoooo!!!???...lebih ganas tuh
pembahasan Bosch mengenai nama-nama itu....).
Penulis merasa perlu curiga terhadap
Angrok yang diterjemahkahn menjadi Bhatara dalam bahasa Inggris dan Bahasa
Belanda, apakah data entri Mbah Google ini dipengaruhi oleh karya-karya C.C
Berg, karena dialah yang paling ngotot menyerang Naskah Negara Kertagama dan
mempertahankan Naskah Pararaton tahun 1950-1955, dengan 6 artikel yang dibuat
tergesa-gesa itu, menurut ukuran sebuah hipotesa sejarah tentunya.
Artikel C.C. Berg itu yaitu :
- "Kertanagara, de miskende empire builder" (the neglected Empire builder), Qrientatie, July 1950, pp. 1-32 (=Kert.).
- “De evolutie der Javaanse geschiedschxijving" (The evolution of Javanese historiography), Mededelingen dtr Koninklijke Nederlandse Akademie van IVetenschappen, Afd. Letterkunde, Nixiwe reeks 14, no. 2, 26 pp. (= Ev.).
- "De geschiedenis van pril Majapahit I: JA &. mysterie van de vier dochters van Kertanagara" (The history of early Majapahit I: the mystery of the four daughters of Kertanagara), Indonesie IV, 1950/51, pp. 481-520 (= PM. I).
- "De geschiedenis van pril Majapahit, II: Achtergrond en oplossing der pril-Majapahitse conflicten" (II: Background and solution of the early Majapahit conflicts), Indonesia V, 1951, pp. 193-233 (= PM. II).
- "De Sadeng-oorlog en de mythe van Groot-Majapahit" (The Sadeng war and the myth of Greater Majapahit), Indonesie V, 1951, pp. 385-422 (=SO—GM);
- "Herkomst, vorm en functie der Middeljavaanse rijksdelihgstheorie" (Origin, form and unction of the Middle-Javanese theory concerning the division of the empire), erhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, Nieuwe reeks LIX, no. 1, 306 pp. (= Rd).
Sebagian dari hasil penelitian dari C.C
Berg, dua diantaranya dipublikasikan di BKI 110, 1954, dan tiga
diantaranya lagi dipublikasikan di Indonesie VIII dan satu Studio
Islamica, 1955. Dan sepertinya, semua artikel yang dipublikasikan itu
merupakan hal baru di dalam sejarah ditatar Jawa.
Hal yang disampaikan C.C Berg ini tentunya
menimbulkan kekagetan dari para sarjana dan sejarawan pada saat itu, termasuk
salah satunya FDK Bosch yang kemudian dia sendiri menyusun tulisan dengan judul
“C.C. Berg and ancient Javanese history” In: Bijdragen tot de Taal-,
Land- en Volkenkunde 112 (1956), no: 1, Leiden, 1-24, (C.C. Berg dan Sejarah
Jawa Kuno).
Kesan pertama yang muncul karena adanya
publikasi hasil penelitian C.C Berg ini dari FDK Bosch adalah rasa curiga, ada
hal penting apakah gerangan yang mebuat C.C Berg mempublikasikan
artikel-artikel tersebut, atas kebutuhan apa? Soalnya dia melihat bahwa apa
yang disampaikannya itu adalah merupakan hasil penelitian yang masih dangkal,
tidak berdasar dan gegabah.
Alhasil sebagian nama-nama, baik tokoh
utama atau peran pembantu atau nama alias, yang berada dalam Pararaton ini,
tentang kisah melegenda Ken Angrok dan Ken Dedes, adalah nama-nama yang
mengandung perumpamaan (personifikasi) dan perwujudan karakter terhadap
jalannya kisah kasih Arok dan Dedes seperti yang diceritakan oleh Pramodoeya
Ananta Tour, dan para pengkisah atau penulis lainnya.
Ehhh satu lagi, Angrok, Angrod dan Angron
semuanya berkisaran dan berputar dalam arena cerita kerajaan, kekuasan dan
lain-lain walaupun versinya berbeda (hadoohhh!!! tambah kemana-mana dechh).
kalau nama anda terjemahannya apa?..
BalasHapusSemacam nama-nama tokoh sejarah besar sengaja diberi nama-nama alias yang artinya bisa merujuk ke negatif begitukah?
BalasHapus