PURNAWARMAN RAJA MENDUNIA
ANALISA
SIMBOL LEBAH, TERATAI DAN LABA-LABA
Pertama tentang lebah. Coba pembaca resapi,
renungkan dan pikirkan dari uraian tentang lebah. Seandainya simbol sepasang
lebah itu bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sistem kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam kerajaan Tarumanagara, artinya Kerajaan Tarumanagara sudah
mengalami peradaban begitu maju luar biasa. Sempurna sebagai sebuah bangsa dan
negara dalam tata dan aturan yang mereka miliki serta konsep kehidupam semua
elemen didalamnya. Tidak termasuk katagori peradaban terbelakang, kuno atau
bahkan purba malah sangat maju.
Mereka
sudah mampu menerapkan sistem kehidupan normal yang hampir sama dengan
kehidupan kita sekarang, bahkan kalau benar-benar sifat kehidupan itu sesuai
dengan sifat lebah diatas secara faktual dan nilai, mereka jauh beradab dari
kita sekarang. Nilai-nilai disini maksudnya tidak dipengaruhi dan bukan
berbicara masalah tehnologi.
Wajar
seandainya Kerajaan Tarumanagara menjadi idola, contoh, dan sumber inspirasi bangsa-bangsa lain. Disegani,
ditakuti atau bahkan dijadikan induk bagi kerajaan-kerajaan yang lainnya.
Mempunyai tingkat kehidupan sosial dan budaya yang sudah sangat teratur dan
tersusun sistematis. Biasanya bangsa seperti ini adalah bangsa yang besar,
dihargai dan disegani pada masanya. Lihat kembali poin-poin tentang lebah.
Penulis merasa relevansinya tidak perlu dijabarkan atau dijelaskan lagi, penulis yakin
pembaca bisa memaknainya secara sempurna.
Kedua tentang Teratai. Ini merupakan simbolisasi
dari nilai-nilai spiritual, religius, yang berkembang dalam kehidupan
berkenegaraan di Kerajaan Tarumanagara. Memberikan tanda atau informasi kepada
kita bahwa masyarakat Tarumanagara sebagian besar masyarakatnya yang sudah
memiliki kepercayaan kepada Sang Pencipta atau beragama, tidak lagi animisme, walaupun pada
kenyataannya mungkin saja masih ada aliran kepercayaan animisme. Bukan pada
masa itu, masa sekarang pun penulis yakin masih ada kalau berbicara masalah animisme, khusus di negara kita ya! Jangan melebar kemana-mana.
Bukankah
agama berasal dari bahasa sansekerta? “a” berarti tidak, “gama” berarti kacau.
Karena digabung jadi pengertian agama mengadung arti kata “tidak kacau” artinya
orang beragama adalah orang yang hidupnya tidak kacau. Masyarakat beragama
adalah masyarakat yang tidak kacau, masyarakat yang sudah patuh dan taat
terhadap aturan yang diajarkan dan dibimbing oleh nilai-nilai kepercayaannya
yang dianut, ada pola keteraturan dalam bermasyarakat dalam hal ini.
Jelas
sudah! Bahwa Kerajaan Tarumanagara adalah kerajaaan yang beragama, kerajaan
yang hidup berdasarkan nilai-nilai kepercayaan yang meraka jalankan. Inilah
yang menjadi ciri bahwa Kerajaan Tarumnagara sudah mempunyai peradaban yang
tinggi.
Dan
mohon atau harap pembaca ingat pula! Bahwa setiap pemeluk (atau umat) agama
yang hidup pada masa mendekati kelahiran atau kemunculan agama tersebut
cenderung lebih bisa menjiwai secara nilai-nilai psikologis dan prakteknya. Ya atau Tidak?
(dijawab “atau” supaya aman hehehe). Ssttt!...ini berlaku loh untuk semua agama
atau kepercayaan manapun. Artinya secara penerapan nilai-nilai keagamaan, tentunya mereka
lebih baik dari masa sesudahnya. Apa masa sekarang termasuk “masa sesudahnya”?
masa gitu aja harus penulis jawab sendiri hehehe. Lihat diri pribadi dan
lingkungan sekitar kita, bandingkan dengan masa awal kemunculan agama atau kepercayaan
yang kita anut. Pasti pertanyaan diatas dapat terjawab dengan sempurna.
Ketiga tentang laba-laba. Penulis memaknai
uraian tentang laba-laba diatas yaitu bahwa Tarumanagara sebagai sebuah negara
atau kerajaan yang sudah terbentuk menjadi sebuah bangsa yang berdaulat,
tentunya untuk mempertahankan kedaulatanya perlu sistem pertahanan negara yang
kuat seandainya ingin tetap disebut sebagai sebuah negara. Tanpa itu, dalam
waktu cepat Tarumanagara akan wassalam, tamat! Jangan harap bisa terus berdiri.
Simbolisasi
laba-laba yang mau disampaikan adalah sebuah simbol yang berisikan nilai
filosofis terhadap pertahanan negara yang menggunakan sistem jaring laba-laba.
Sistem
pertahanan negara yang mempunyai sifat elastis, pleksibel, kuat dan perangkap mematikan serta daya tahan
luar biasa bahkan nilai-nilai sportif pun ada alias fair play atau kesatria, juga kelihatan dalam hal ini simbol
jaring laba-laba digabung dengan sifat lebah, alhasil akan memenuhi sekali kriteria “art of war” yang diajarkan Tsun Shu,
ahli strategi perang masa kerajaan China, sebagai mana uraian tentang laba-laba
dan lebah sebelumnya. Kalau penasaran baca lagi tentang uraian mengenai jaring laba-laba
dan lebah diatas, adakalanya menyerang dengan ganas dan cepat, tapi adakalanya bertahan total tapi membuat pihak lawan tidak berdaya.
Tapi
dari uraian diatas juga disebutkan bahwa jaring laba-laba harus selalu di
maintaince atau dipelihara. Tentunya ini sangat logis dan alamiah, segala sesuatu
pun tidak ada yang kekal kalau berhadapan dengan sang waktu dan kondisi alam yang
mempengaruhinya. Pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan terus melakukan
evaluasi terus menerus dan selalu meningkatan kemampuan diri misal dari sisi tehnologinya. Jangan lupa yang satu ini yaitu yang
paling utama adalah semangat masyarakat kerajaannya yang harus terus dijaga,
ditingkatkan, dipupuk dan selalu ditempa sehingga semangat bela negara tetap kokoh, karena itu rohnya. Dan
ini sangat tergantung raja dan perangkatnyalah yang mampu melakukan pemelihara
tersebut, kewajiban sebagai penguasa atau pemerintah setempat.
Sungguh
kerajaan Tarumanagara mempunyai konsep filosofi yang sangat luar biasa untuk
sistem pertahanan negaranya. Apakah saat sekarang masih relavan? Konsep ini
keliahatanya berlaku sepanjang masa. Ini adalah warisan dari peradaban jaman
dahulu kala, ini pun jika kita mampu memaknainya, teramat berharga nilai-nilai yang diwarisankan kepada kita, walau dalam bentuk simbol, kewajiban kitalah untuk menggali dan mendalaminya.
Baca
lagi tentang lebah, walau tanpa catatan mereka mampu mengingat dengan
sempurna Ibarat orang tuna netra tapi
mereka terlatih dengan indra lain untuk menggantikan fungsi penglihatanya.
Dengan demikian walaupun menurut peradaban saat ini keliahatan tidak mungkin,
tapi kenyataannya seperti itu, kehidupan bernegara dapat dijalankan dengan apik. Makanya pada masa lampau setiap catatan
undang-undang dan peraturan bernegara yang diberlakukuan untuk seluruh
masyarakatnya cukup dengan berupa syair. Syair itulah pengganti dari catatan
dalam kehidupan pada saat itu, dan itu lebih paten, bisa dihapal dan dicerna masyarakatnya, dan itu sangat efektif. Bandingkan dengan kehidupan masa kini. Siapa diantara kita yang hapal KUHAP atau peraturan perundangan lainya? padahal sudah dicatat dan dibukukan.
BAGIAN SELANJUTNYA>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan baik dan sopan. Pasti akan dibalas oleh pemilik. Mohon jangan mengandung unsur kasar dan sara, mari berbagi pengetahuan, silakan kritik karena kritik itu membangun dan membuat sesuatu menjadi lebih baik